Senin, 17 Juni 2013

"Jangan-jangan" oleh Tere Liye

Jangan-jangan,
Kita semua tidak pernah paham hakikat kecantikan
Karena di mana-mana, industri komestik, industri artifisial
Dan orang2 di sekitar kita, terlalu sibuk menciptakannya
Mengabaikan begitu banyak kecantikan sejati di sekitar

Jangan-jangan,
Kita semua tidak pernah paham hakikat pendidikan
Karena di mana-mana, sekolah, universitas
Dan orang2 di sekitar kita, terlalu sibuk memberi nilai, pun mengejar ijasah
Lupa orang2 dulu tidak punya selembar ijasah
Tapi ilmunya menerangi dunia hingga hari ini

Jangan-jangan,
Kita semua tidak pernah paham hakikat politik
Karena di mana-mana, partai, penguasa, kader
Dan orang2 di sekitar kita, terlalu sibuk mengejar kekuasaan
Menang, menang dan menang
Lupa, meskipun kalah, politik tetap bisa mulia dan bermanfaat

Jangan-jangan,
Kita semua tidak pernah paham hakikat cinta
Karena di mana-mana, buku, film, kisah2
Dan orang2 di sekitar kita, terlalu sibuk berbunga-bunga indah bicara cinta
Lupa, cinta sejati baru terbukti justeru saat kesedihan dan beban hidup datang
Kasih sayang sesungguhnya terbukti ketika kepercayaan dan komitmen sedang diuji

Jangan-jangan,
Kita semua tidak pernah paham hakikat kerja keras
Karena di mana-mana, di mana-mana, kita lebih suka jalan pintas
Ingin cepat, kalau bisa besok pagi sudah kaya, sudah terkenal
Lupa, bahwa sesuatu yang mudah datangnya, akan mudah pula perginya

Jangan-jangan,
Kita semua tidak pernah paham hakikat waktu
Karena di mana-mana, semua orang bersantai dengan gagdetnya
Sibuk dengan keajaiban teknologi
Dan kita melupakan, sebagian besar waktu kita terbuang sia-sia
Lupa berhitung dan semua sudah terlanjur pergi

Inilah puisi jangan-jangan
Akan panjang sekali daftarnya jika diteruskan
Maka sungguh tidak akan pernah merugi
Orang2 yang selalu meng-hisab dirinya setiap hari


(forwarded from facebook)

Tanya Hati (Puisi setahun yang lalu)


Bagaimana mungkin aku yang lebih berharga sedangkan kau bertahan dengannya?
Bagaimana mungkin kau tetap memegang erat ku sedangkan kau tak melepasnya?
Bagaimana mungkin aku tetap ada diantara kau dan dia, membiarkan dia merasakan sakit yang pernah kurasakan?
Bersikap tegaslah..
Aku tau belum saatnya untuk mu memilih..
Tapi tak bisakah kau menghargai perasaan wanita?
Aku tau bagaimana rasanya..
Wanita bukan untuk dipermainkan hatinya..
Sekalipun terlihat begitu keras kepala, begitu kasar..
Jauh di dalam sana, di dalam hatinya perasaannya begitu lembut..
Mudah tergores..

Observasi Psikologi Perkembangan (Perkembangan Kognitif Anak Usia 3 Tahun Awal)


BAB I
PENDAHULUAN
A.     Identitas Anak
Inisial                                                : FM
Jenis kelamin                         : Laki-laki
Tanggal lahir                                     : 16 Juni 2011
Usia kronologis                                 : 1 tahun 11 bulan 16 hari
Pendidikan                                        : Belum Sekolah
Kedudukan dalam keluarga              : Anak pertama (tunggal)
Tanggal observasi                             : 27 Mei 2013

B.     Tujuan Observasi
Untuk mengetahui perkembangan kognitif melalui pemenuhan tahap sensorimotorik Piaget dan perkembangan astistik anak tiga tahun awal.

C.    Hasil Observasi
1.      Tahap Sensorimotorik Piaget
Awalnya FM yang diberi mainan shape box tidak dapat menemukan lubang yang sesuai untuk bentuk benda tersebut. FM juga belum bisa memegang mainan berbentuk secara benar untuk dimasukkan ke lubang. Setelah diberi contoh sebanyak 3 kali, FM masih belum bisa menemukan lubang yang sesuai  dengan bentuk mainan, namun FM sudah dapat memegang dengan benar mainan tersebut dan memasukkannya ke lubang dengan menunjukkan lubang yang benar dengan arahan. Setelah kembali diberi contoh, FM tetap belum bisa menemukan lubang yang benar berdasarkan bentuk dan masih mencoba satu persatu lubang yang sesuai dengan bentuk benda. Setelah beberapa saat,  FM mulai bosan dengan permainan shape box tersebut.
2.      Perkembangan Artistik
FM diberi beberapa gambar untuk diwarnai. FM belum bisa memegang pensil warna secara benar. Ketika mewarnai, FM mencoret-coret gambar secara tidak terarah dan tidak mengikuti pola gambar.
D.     Hasil Anamesa
Hasil anamesa diperoleh dari ibu FM yang berinisial NN. FM merupakan anak laki-laki pertama dan anak tunggal. Ayah FM jarang berada di rumah karena bekerja, jadi FM lebih sering bersama dengan ibunya dibanding ayahnya. NN mengatakan bahwa FM adalah anak yang sangat aktif, suka berlari-lari dan melompat. Bahkan FM sudah bisa menaiki tangga. Namun FM termasuk anak yang sulit untuk makan. Saat makan, FM sangat lama mengunyah makananya, ia lebih suka mengisapnya di depan mulut padahal gigi FM sudah tumbuh. Selain itu selama makan FM tidak bisa diam.
Dari anamesa juga diperoleh info bahwa FM sangat jarang keluar rumah. FM lebih sering bergaul dengan NN. NN juga mengungkapkan bahwa FM terkadang sangat rewel dan suka melempari barang yang ada di dekatnya ke arah NN. NN sudah berusaha menasehati dan terkadang memarahi FM. Namun FM masih tetap berperilaku seperti itu.


BAB II
LANDASAN TEORI
Dalam melakukan observasi perkembangan anak ini kelompok menggunakan teori perkembangan kognitif yang dikemukakan oleh Jean Piaget seorang psikolog perkembangan dari Swiss. Sebelum membahas teori perkembangan Piaget lebih dalam, ada baiknya kita singgung dulu bagaimana teori perkembangan dari sudut pandang kognitif. Jika kita bandingkan dengan teori perkembangan dari sudut pandang psikoanalisa yang menekankan pada ketidaksadaran, teori perkembangan dari sudut pandang kognitif ini menekankan pada kesadaran manusia.
Piaget menyatakan bahwa perkembangan kognitif anak akan melalui empat tahap (Santrock: 2007). Anak akan aktif dalam membangun pemahamannya tentang dunia. Piaget juga menyatakan bahwa, perkembangan kognitif anak dimulai dari kempauan bayi untuk beradaptasi dengan lingkungannya yang mucul mulai dari bayi lahir (Papalia: 2009).
A.     Proses Perkembangan Menurut Piaget
Ada empat proses penting yang saling berdinamika di setiap tahapan perkembangan kognitif Piaget, yaitu skema, adaptasi, organisasi, dan equilibrium.
1.         Skema
Piaget menyatakan bahwa setiap anak dalam membangun pemahamannya tentang dunia, otak akan berkembang membentuk skema (Santrock: 2007). Dimana skema yang berkembang terbagi menjadi dua bentuk, yaitu skema-skema perilaku berupa aktivitas fisik yang berkembang pada masa bayi dan skema-skema mental berupa aktivitas kognitif yang berkembang pada masa kanak-kanak (Lamb, Bornstein, dan Teti dalam Sanrock: 2007).
Skema-skema perilaku yang dimaksud di atas seperti aktivitas bayi dalam melihat, menggenggam, menyusu, menghisap, dan sebagainya. Sedangkan skema-skema mental itu seperti kemampuan anak dalam mengklasifikasikan objek, misal merah, hijau, kuning, dan biru, anak akan mengklasifikasikan hal tersebut kedalam warna.
2.         Adaptasi
Adaptasi merupakan penyesuaian anak terhadap informasi baru dan menghubungkannya dengan skema yang telah dibentuk sebelumnya. Piaget mengemukakan proses adaptasi ada dua konsep di dalamnya, yaitu asimilasi dan akomodasi. Kedua konsep ini saling berdinamika dalam proses adaptasi anak.
Asimilasi adalah proses dimana seorang anak memasukkan informasi baru ke dalam skema yang telah ada. Misalnya bayi yang telah terbiasa menghisap putting ibunya terbiasa menghisap botol susu, nah ketika bayi tersebut diberikan gelas dengan tutup bercorong, bayi akan melakukan cara yang sama dalam menghisap gelas tersebut, namun tidak berhasil. Ketika bayi tidak berhasil menghisap susu yang terdapat dalam gelas tersebut, sang bayi akan melakukan perubahan pada cara yang terbiasa dia lakukan pada putting susu ibunya dan botol susunya, konsep inilah yang dikatakan dengan akomodasi yang merupakan proses perubahan atau penyesuaian skema lama anak dengan informasi baru.
3.         Organisasi
Organisasi merupakan pengelompokan perilaku-perilaku dan pemikiran-pemikiran ke dalam suatu struktur (skema) yang lebih teratur dan lebih rumit. Misalnya seorang anak laki-laki, melihat sebuah palu dan alat pertukangan lainnya, dia tidak tahu cara menggunakan palu dan alat pertukangan tersebut karena dia hanya memiliki pemikiran yang samar tentang palu dan lainnya. Namun, dia berusaha untuk mempelajari cara menggunakan palu tersebut. Dan setelah dia tahu cara menggunakan palu tersebut, dia akan menghubungkan (mengorganisasikan) cara penggunaan tersebut ke dalam pengetahuannya (Santrock: 2007).
4.         Equilibrium
Equilibrium merupakan suatu mekanisme yang menjelaskan bagaimana anak berpindah dari tahap pemikiran satu ke tahap pemikiran berikutnya, yang disebabkan oleh konflik kognitif (disequilibrium) yang terjadi pada anak dalam prosesnya untuk memahami dunia dan pada akhirnya anak akan menyelesaikan konfilk tersebut dengan mencapai suatu equlibrium (Santrock: 2007).
Sebagai contoh seorang anak akan menganggap bahwa tiang tower, matahari, bulan, bintang, gedung-gedung pencakar langit, dan sebagainya bergerak mengikutinya, namun seiring berkembangnya pemikiran anak dia akan memahami bahwa  tiang tower, matahari, bulan, bintang, gedung-gedung pencakar langit, dan sebagainya itu tidak bergerak mengikutinya. Pada tahap pemahaman tersebutlah anak telah mencapai equilibrium-nya.

B.     Tahap Perkembangan Menurut Piaget
Tahap perkembangan Piaget terdiri dari empat tahap, yaitu tahap sensorimotorik (lahir – 2 tahun), tahap praoperational (2 – 6 tahun), tahap operasional konkret (7 – 11 tahun), dan tahap operasional formal (11 tahun - dewasa).
Pada observasi ini, tahap yang sedang berlangsung pada anak adalah tahap sensorimotorik.
Tahap Sensorimotorik (lahir-2 tahun)
Mengapa dikatakan tahap sensorikmotorik? Karena pada tahap ini bayi memahami dunia dengan mengkoordinasikan pengalaman-pengalamn sensorik dan motoriknya. Dalam tahap sensorimotorik ini Piaget membaginya lagi menjadi beberapa sub tahap, yaitu:
a.         Refleks-refleks sederhana (bulan pertama setelah kelahiran)
Pada sub tahap ini sensasi dan tindakan bayi dikoordinasi melalui perilaku refleks bayi, seperti refleks menggenggam jari ibu ketika didekatkan pada tangan bayi atau refleks menghisap puting susu ibunya jika didekatkan ke bibirnya.
b.        Habits pertama dan reaksi-reaksi sirkuler primer (1-4 bulan)
Habits pertama itu seperti melakukan gerakan-gerakan menghisap puting susu ibunya atau botol susu walaupun tidak didekatkan dengan payudara ibunya atau botol susunya. Sedangkan reaksi-reaksi sirkuler primer itu seperti melakukan gerakan yang sama dengan gerakan menghisap susu ketika jarinya didekatkan ke bibirnya.
 Habits dan reaksi sirkuler primer ini akan dilakukan secara berulang oleh bayi. Pada tahap ini, bayi menaruh perhatiannya pada tubuhnya sendiri.
c.         Reaksi-reaksi sirkuler sekunder(4-8 bulan)
Pada sub tahap ini bayi mulai beralih perhatianya dari tubuhnya sendri ke objek yang ada di sekitarnya, seperti bergumam menirukan gumaman orang dewasa, berulang-ulang menggoyangkan mainannya yang bergericik untuk kesenangannya sendiri. Pada sub tahap ini, skema yang terbentuk oleh bayi merupakan skema yang dibentuk tanpa sengaja.
d.        Koordinasi terhadap reaksi-reaksi sirkuler sekunder (8-12 bulan)
Pada sub tahap ini gerakan bayi lebih terarah, karena pada sub tahap ini, seorang bayi harus mengkoordinasikan pandangan mata dan sentuhan tangannya. Skema yang berkembang pada sub tahap ini sudah merupakan skema yang sengaja.
e.         Reaksi-reaksi sirkuler tersier, kesenangan baru, dan keingintahuan (12-18 bulan)
Pada sub tahap ini bayi mulai tertarik dengan berbagai objek dan keingintahuannya besar terhadap objek tersebut. Reaksi sirkuler tersier  merupakan skema dimana bayi sadar mengeksplorasi berbagai kemungkinan bau terhadap benda-benda yang ada disekitarnya (Santrock: 2007).
Pada sub tahap inilah anak mulai menunjukkan keorisinilannya dalam memecahkan masalah melalui trial and error dimana anak mencoba berbagai cara atau tingkah laku untuk menemukan mana yang terbaik untuk memecahkan masalahnya.
f.         Mental Combination (18-24 bulan)
Pada sub tahap ini, bayi mulai menggunakan simbol-simbol primitif. Contohnya Jenny sudah dapat bermain dengan shape box dan dapat menemukan lubang yang cocok untuk memasukkan benda tersebut sebelum mencoba.

C.      Kemampuan Motorik Kasar dan Motorik Halus
Kemampuan motorik kasar atau biasa disebut dengan istilah gross motor skills merupakan kemampuan-kemampuan fisik seorang anak yang melibatkan otot-otot kasarnya, seperti melompat, berlari, menaiki tangga, dan sebagainya. Sebaliknya dengan kemampuan motorik halus atau fine motor skills merupakan kemampuan-kemampuan fisik anak yang melibatkan otot halusnya, seperti memegang pensil dengan benar, mengancingkan baju, menggambar, dan sebaagainya. Kemampuan motorik halus  dibutuhkan perhatian yang khusus agar dapat berkembang dengan baik.

D.     Perkembangan Artistik
Seiring dengan perkembangan koordinasi kemampuan motorik dan kognitif anak, anak dapat mengekspresikan dirinya melalui seni. Namun, akan ada perubahan pada setiap pola gambar yang dibuat anak sejalan dengan bertambahnya usia si anak.
Berikut ini merupakan bentuk umum dari tahapan perkembangan artistic anak. Anak usia 2 tahun dalam mewarnai pola gambar sudah mampu mencoret-coret (scribble stage) tidak secara acak, namun telah mengikuti pola gambar dan dalam menggambar anak usia 2 tahun sudah mampu menggambar pola berbentuk garis vertical ataupun zig zag. Lalu anak usia 3-4 tahun, sudah mampu menggambar bentuk (shape stage) seperti bulatan, kotak, segitiga, tanda silang, tanda tambah, dan sebagainya dan juga sudah mampu mengombinasikan bentuk-bentuk tersebut ke dalam sebuah desain (designs stage). Usia 4-5 tahun, anak sudah mampu menggambar sesuatu yang lebih kompleks lagi dengan menggabungkan berbagai macam desain dan betuk, tahap ini disebut dengan pictorial stage.

BAB III
PEMBAHASAN


A.     Perkembangan Sensorimotorik
Berdasarkan hasil observasi yang diperoleh, tampak bahwa FM belum memasuki tahap sensorimotorik Piaget yang seharusnya terjadi pada usianya, yaitu tahap mental combination. Usia FM ini merupakan usia peralihan ke tahap praoperational. Pada substage mental combination, anak sudah mempunyai kemampuan representasi yaitu kemampuan merepresentasikan objek dan kejadian dalam memori melalui simbol seperti kata, angka, dan gambar. Anak dapat berpikir sebelum melakukan dan tidak lagi menggunakan percobaan trial and error untuk memecahkan masalah.
Dari hasil observasi yang diperoleh dengan memberikan mainan shape box tampak bahwa FM belum bisa menemukan lubang yang sesuai untuk bentuk benda. Hal ini mengindikasikan bahwa FM belum dapat menggunakan kemampuan representasi mental yang berarti bahwa FM belum memasuki substage mental combination.
Setelah diberikan berkali-kali contoh tentang cara menemukan lubang yang sesuai untuk bentuk benda, FM masih mencoba satu persatu lubang yang sesuai untuk benda. Kejadian ini menunjukkan bahwa FM masih berada pada substage reaksi sirkuler tersier dengan menggunakan konsep trial and error.
Selama observasi berlangsung ada beberapa hal yang juga dapat diamati yaitu proses adaptasi yang terjadi dan proses habituasi serta dishabituasi.
Dari contoh yang diberikan tentang cara menemukan lubang yang sesuai untuk benda terlihat bahwa FM mengalami dua konsep adaptasi, yaitu asimilasi dan akomodasi. Proses asimilasi terjadi ketika observer memberikan contoh dan meminta FM untuk mencobanya, FM masih memegang bangunan berbentuk dengan cara yang sama sehingga bangunan tidak bisa masuk ke dalam lubang. Ketika menyadari hal tersebut, FM mengubah cara memegang bangunan benda tersebut sehingga ia berhasil memasukkan bangunan ke lubang dengan bantuan. Hal ini merupakan proses akomodasi.
FM yang terus menerus bermain shape box mulai merasa bosan sehingga ia berhenti bermain dan melempar mainannya. Proses ini disebut habituasi. Namun setelah diberi gambar untuk diwarnai, FM menjadi bersemangat kembali untuk bermain karena ia tertarik dengan gambar-gambar yang diberikan. Proses ini disebut dishabituasi.

B.     Perkembangan Artistik
Pada usia FM, perkembangan artistik yang terjadi adalah artistik dengan cara scribble, yaitu sudah memiliki pola namun belum memiliki bentuk. Dari gambar yang diwarnai oleh FM tampak bahwa FM belum memasuki tahap scribble. FM masih mewarnai secara acak dan belum dapat mengikuti pola gambar. Hasil gambar FM akan ditampilkan pada lampiran dalam laporan ini.
Selain belum dapat mewarnai sesuai pola gambar, FM juga belum dapat memegang pensil warna dengan benar dan belum dapat menentukan tangan mana yang harus ia gunakan dalam menggambar. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan motorik halus FM masih dalam proses awal perkembangannya.

C.     Perkembangan Berdasarkan Hasil Anamesa
Berdasarkan hasil anamesa yang diperoleh dari NN, hal yang paling menonjol adalah perbedaan kemampuan gross motor skills dan fine motor skill FM.  FM termasuk anak yang memiliki kemampuan gross motor skills yang baik, karena pada usianya yang baru mendekati dua tahun, FM sudah bisa melompat dengan satu kaki dan menaiki tangga. Pada umumnya, aktivitas ini adalah aktivitas yang dilakukan anak yang berusia tiga tahun.
FM berkembang lebih baik di kemampuan gross motor skills dibanding fine motor skills. Hal ini terlihat dari aktivitas kasar, seperti melompat yang sangat baik namun kemampuan menggambar yang masih perlu dilatih lagi. Kemampuan bahasa FM juga masih kurang. Hal ini mungkin disebabkan karena FM jarang bergaul dengan teman sebayanya dan hampir setiap saat berada di rumah.

BAB IV
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Dari hasil observasi kelompok, dapat Kami simpulkan bahwa FM masih belum secara keseluruhan berada pada tahap sensorimotorik sesuai dengan umurnya. Hal ini terlihat dari beberapa kriteria tahapan sensorimotorik yang belum mampu FM selesaikan. Salah satunya yaitu FM belum berada pada substage mental combination dalam tahapan sensorimotorik, melainkan FM masih berada pada substage reaksi sirkuler tersier dengan menggunakan konsep trial-and-error. Selanjutnya dari hasil observasi, perkembangan FM pada proses adapatasi dengan dua konsep asimilasi dan akomodasi serta proses habituasi dan dishabituasi sudah mampu dan sesuai dengan tahapan umurnya.
Pada perkembangan artistik, terlihat pula bahwa FM belum memasuki tahap scribble dan bahkan FM masih belum bisa memegang pensil warna dengan benar.
Namun FM memilki keunggulan lebih pada perkembangan gross motor skills-nya ketimbang fine motor skill, ini terlihat dari kemampuan FM yang sudah mampu melakukan gross motor skills yang dilakukan anak berusia tiga tahun sedangkan perkembangan fine motor skill-nya seperti menggambar dan mewarnai masih perlu dikembangkan lagi. Di samping itu, perkembangan bahasa FM pun juga masih kurang.

B.     Saran
1.         Diharapkan para orang tua sedini mungkin sudah memberikan pengenalan dan pemahaman kepada anak terhadap permainan-permainan yang simple tetapi mampu mempengaruhi perkembangan dan peningkatan potensi si Anak, baik itu seperti berbicara, pengenalan objek, mewarnai, mecoret-coret/menggambar, permainan shape box, mengelompokkan bola warna-warni, dan sebagainya.
2.         Anak-anak pada masa ini sangat mudah melakukan imitasi, hal ini sudah sepatutnya menjadi masa emas bagi para orang tua dalam membentuk dan mengembangkan potensi si Anak. Yang perlu dilakukan orang tua cukup menunjukkan dan memperkenalkan hal-hal yang simple saja (tetapi sangat mempengaruhi perkembangan dan pembentukan karakter si Anak) dan tidak perlu memaksakan si Anak untuk menguasai segala halnya, karena harus tetap sesuai dengan standar umur si Anak tersebut.
3.         Para orang tua diharapkan jangan terlalu mengekang (over-protecting) dan membatasi keingintahuan si Anak, karena pada masa ini Anak-anak akan sangat suka mengeksplorasi hal-hal baru yang ia temui dan keingintahuannya sangat kuat. Hal ini sangat mempengaruhi perkembangan fisiknya, kognitif dan juga psikososialnya. Oleh sebab itu para orang tua cukup mengawasai dan mengontrol agar si Anak tetap dalam penjagaan yang flexibel untuknya.

Minggu, 09 Juni 2013

Hasil Observasi Sekolah




Nama Kelompok Anggota    :           1. Riska Andani Simargolang (12-012)

                                                            2. Abdul Hakim (12-024)
                                                            3. Dika Lestari (12-022)
                                                            4. Maulidya Khairiyah (12-026)
                                                            5. Carla Marsha (12-108)
Tugas                                     :           Laporan Observasi Sekolah
Mata kuliah                           :           Psikologi Pendidikan

“LAPORAN HASIL OBSERVASI”

A.               IDENTITAS SEKOLAH

1.      Nama Sekolah                               :  MAN 2 Model Medan
2.      Alamat Sekolah                             :  Jalan Willem Iskandar No. 7A Pancing      
3.      Uang Sekolah                                :  Unggulan : Rp. 285.000.00,-
                                                         Reguler    : Rp. 90.000.00,-
4.      Konsep E-learning                        :  Offline: Projector Untuk Tiap Kelas, Power Point, 
                                                         Online : Website Sekolah Dan Wifi
5.      Sejak Kapan Digunakan               :  Sejak Tahun 2010
6.      Total siswa dalam satu ruangan    :  23 orang (P: 17 dan L: 6) di kelas X-2       

B.      URAIAN AKTIVITAS OBSERVASI

1.      Hari Pelaksanaan                           : Sabtu
2.      Waktu Pelaksanaan                       : 1 Juni 2013, jam: 11.05 - 12.10
3.      Narasumber                                   : - Seluruh murid kelas unggulan X-2
-  Pak Pandapotan
4.      Metode                                          : Observasi, Kuesioner dan Wawancara


C. LAPORAN HASIL OBSERVASI

I.            PENDAHULUAN
Saat ini dunia pendidikan sedang menggonjang-ganjingkan sistem belajar dengan menggunakan e-learning. Dimana banyak sekali manfaat dari e-learning itu sendiri ini secara teorinya. Namun, bukan berarti e-learning tidak memiliki dampak yang negatif, pasti ada. Semua tergantung pihak pengajar dalam memantau para siswanya dalam penggunaan e-learning tersebut.
Seberapa efektifkah e-learning untuk digunakan di dunia pendidikan? Seberapa siapkah pengajar dalam memantau kegiatan anak didiknya? Seberapa banyakkah dampak negative yang dari penggunaan e-learning? Dengan membawa pertanyaan-pertanyaan tersebut kelompok melakukan observasi ke sekolah yang telah menggunakan e-learning. Dan akan dibahas lebih lanjut di dalam laporan ini.

II.            LANDASAN TEORI
Murid-murid dewasa ini tumbuh di dunia yang jauh berbeda dengan di masa ketika orang tua dan kakek mereka masih menjadi murid. Jika murid ingin siap kerja, teknologi harus menjadi bagian integral dari sekolah dan pelajaran di kelas (Earle, 2002; Geisert & Futrell, 2000; Sharp, 2002). Ada empat unsur yang kami gunakan sebagai landasan dari observasi sekolah mengenai e- learning yang telah kami lakukan, diantaranya adalah :

A. Teori Belajar
Pembelajaran (learning) merupakan pengaruh yang relatif permanen atas perilaku, pengetahuan, dan keterampilan berpikir yang diperoleh melalui pengalaman. Terdapat dua pendekatan untuk pembelajaran yang kami jadikan landasan pada teori belajar dalam pembahasan e-learning ini, yaitu Teori Behaviorisme dan Teori Kognitif Sosial. Behaviorisme merupakan pandangan yang menyatakan bahwa perilaku harus dijelaskan melalui pengalaman yang dapat diamati, bukan dengan proses mental. Pendekatan behavioral untuk pembelajaran ini terbagi menjadi dua, yaitu: Pengkondisian Klasik (Classical Conditioning) dan Pengkondisian Operan (Operant Conditioning). Pengkondisian klasik dan operan menekankan pada pembelajaran asosiatif (associative learning). Pengkondisian klasik itu sendiri merupakan bentuk pembelajaran asosiatif di mana stimulus netral diasosiasikan dengan stimulus yang bermakna dan memunculkan kemampuan untuk mengeluarkan respons yang serupa, sedangkan pengkondisian operan merupakan bentuk pembelajaran di mana konsekuensi-konsekuensi dari perilaku menghasilkan perubahan pada kemungkinan perilaku yang akan diulangi. Hukum efek (law effect) Thorndike menyatakan bahwa perilaku yang diikuti dengan hasil positif akan diperkuat dan bahwa perilaku yang diikuti hasil negatif akan diperlemah. Sedangkan pengkondisian operan, di mana konsekuensi perilaku akan menyebabkan perubahan dalam probabilitas perilaku itu akan terjadi, merupakan inti dari behaviorisme Skinner (1938).
Teori Kognitif Sosial (social cognitive theory) menyatakan bahwa faktor sosial dan kognitif, dan juga faktor perilaku, memainkan peran penting dalam pembelajaran. Faktor kognitif mungkin berupa ekspektasi murid untuk meraih keberhasilan; faktor sosial mungkin mencakup pengamatan murid terhadap perilaku orang tuanya. Proses pembelajaran yang berkontribusi pada teori kognitif sosial ini merupakan pembelajaran observasional. Pembelajaran Observasional disebut juga disebut imitasi atau modelling, adalah pembelajaran yang dilakukan ketika seseorang mengamati dan meniru perilaku orang lain.

B. Motivasi
Motivasi adalah proses yang memberikan semangat, arah dan kegigihan prilaku. Artinya, prilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah dan bertahan lama. Perspektif psikologi menjelaskan motivasi dengan cara yang berbeda berdasarkan perspektif yang berbeda pula, terdapat 4 perspektif, yaitu: Behavioral, humanistis, kognitif dan sosial.
Perspektif behavioral menekankan imbalan dan hukuman eksternal sebagai kunci dalam menentukan motivasi murid. Insentif sendidri adalah peristiwa atau stimuli positif atau negatif yang dapat memotivasi prilaku murid, pendukung penggunaan insentif menekankan bahwa insentif dapat menambah minat atau kesenangan pada pelajaran, dan mengarhakan perhatian pada perilaku yang tepat dan menjauhkan mereka dari prilaku yang tidak tepat ( emmer, dkk ; 2000).
Perspektif humanistis menekankan pada kapasitas murid untuk mengembangkan kepribadian, kebebasan untuk memilih nasib mereka. Perspektif ini berkaitan erat dengan pandangan abraham maslow, bahwa kebutuhan dasar tertentu harus dipuaskan dahulu sebelum memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi.
Perspektif kognitif menekankan bahwa pemikiran muridlah yang akan memandu motivasi mereka sendiri. Perspektif ini juga menekankan arti penting dari penentuan tujuan, perencanaan dan monitoring kemajuan menuju suatu tujuan (Schunk & Ertmer, 2000; Zimmerman & Schunk, 2001)
Perspektif sosial menekankan kepada kebutuhan afiliasi atau keterhubungan yaitu motif untuk berhubungan kepada orang lain secara aman, kebutuhan afiliasi murid tercermin dalam motivasi mereka untuk menghabiskan waktu bersama teman, kawan dekat, ketertarikan mereka dengan orang tua, dan keinginan untuk menjalin hubungan positif dengan guru.
Bentuk motivasi ada dua yaitu : Motivasi Instrinsik dan Motivasi Ekstrinsik. Motivasi Intrinsik adalah motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi ssuatu itu sendiri (tujuan itu sendiri), sedangkan Motivasi Ekstrinsik adalah melakukan sesuatu untuk medapatkan sesuatu yang lain (cara untuk mencapai tujuan), motivasi ini sering juga dipengaruhi oleh insentif eksternal seperti punishment dan reward.
Carol Dweck dan rekannya (Dweck, 2002., Henderson dan Dweck, 1990., Dweck dan Leggett, 1988) telah menemukan bahwa anak menunjukkan dua respon yang berbeda terhadap tantangan atau situasi yang sulit, yaitu : orientasi untuk menguasai (mastery orientation), orientasi tak berdaya (helpless orientation). Anak dengan orientasi untuk menguasai akan fokus pada tugas ketimbang pada kemampuan mereka, punya sikap positif dan menciptakan strategi berorientasi solusi yang meningkatkan kinerja mereka. Sedangkan anak dengan orientasi tak berdaya berfokus pada ketidakmampuan pada personal mereka, seringkali mereka mengatributkan kesulitan mereka pada kurangnya kemampuan, dan menunjukkan sikap negatif (termasuk kejemuan dan kecemasan).
Teori Mc.Celland mengenai hal-hal yang memotivasi seseorang, yaitu : Kebutuhan akan prestasi (Need for Achievement = n.Ach), Kebutuhan akan afiliasi (Need for Affiliation = n.Aff), dan Kebutuhan akan kekuatan (Need fo Power = n.Pow).

C. Orientasi Belajar
Orientasi belajar yang Kami bahas pada observasi e-learning ini adalah Pendekatan Teacher Centered Learninga (TCL), dan Pendekatan Student Centered Learning (SCL). Banyak strategi TCL merefleksikan instruksi langsung. Instruksi langsung (direct instruction) itu sendiri merupakan pendekatan TCL yang terstruktur yang dicirikan oleh arahan dan kontrol guru, ekspektasi guru yang tinggi atas kemajuan murid, meksimalkan waktu yang dihabiskan murid untuk tugas-tugas akademik, dan usaha oleh guru untuk meminimalkan pengaruh negatif terhadap murid (Joyce & Weil, 1996). Tujuan penting dari instruksi langsung adalah memaksimalkan waktu belajar murid (Stevenson, 2000). Menurut Hall: 2006, SCL adalah tentang membantu siswa menemukan gaya belajarnya sendiri, memahami motivasi dan menguasai keterampilan belajar yang paling sesuai bagi mereka. Hal tersbeut akan sangat berharga dan bermanfaat sepanjang hidup mereka.
Lea, Stephenson, dan Troy (2003 dalam O’Neill & McMahon, 2005) mendefinisikan SCL secara lebih luas yaitu bahwa SCL mencakup : ketergantungan terhadap belajar aktif, penekanan terhadap belajar secara mendalam, pemahaman, meningkatnya tanggung jawab di pihak siswa, meningkatnya perasaan otonomi pada pembelajaran, saling ketergantungan antara guru dan siswa. SCL lebih merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang refleksif baik bagi pihak siswa maupun guru. Pembelajaran berbasis problem adalah pendekatan learned-centered. Dalam pembelejaran berbasis problem , perencanaan dan instruksinya sangat berbeda dengan pendekatan TCL. Pembelajaran berbasis problem menekankan pada pemecahan masalah/problem kehidupan nyata. Kurikulum berbasis problem akan emmberi problem rill/nyata kepada murid, yakni problem yang muncul dalam kehidupan sehari-hari (Jones, Rasmussen, & Moffitt, 1997).

D. Manajemen Kelas
Manajemen kelas merupakan bagian integral pengajaran efektif yang mencegah masalah perilaku melalui perencanaan, pengelolaan, dan penataan kegiatan belajar yang lebih baik, pemberian materi pelajaran yang lebih baik dan interaksi guru-siswa yang lebih baik.
Manajemen kelas yang efektif mempunyai dua tujuan, yaitu: membantu murid menghabiskan lebih banyak waktu untuk belajar dan mengurangi waktu aktivitas yang tidak diorientasikan pada tujuan, dan mencegah murid mengalami problem akademik dan emosional.
Terdapat empat prinsip dasar dalam penataan kelas (Evertson, Emmer, & Worsham, 2003): kepadatan di tempat lalu-lalang dikurangi, pengajar dapat dengan mudah melihat seluruh murid, materi pengajaran dan perlengkapan murid harus mudah diakses, murid dapat dengan mudah melihat semua presentasi kelas.
Terdapat pula gaya penataan kelas standar yang paling mendukung aktivitas tertentu (seluruh kelas, kelompok kecil, tugas individual, dan lain-lain), yaitu : gaya auditorium (semua murid menghadap guru), gaya tatap muka (murid saling menghadap), gaya off-set (sejumlah murid biasanya tiga atau empat duduk di bangku tapi tidak berhadapan langsung satu sama lain), gaya seminar (10 atau lebih murid duduk disusun berbentuk lingkaran, atau persegi, atau bentuk U), gaya klaster (4-8 murid bekerja dalam kelompok kecil).
Santrcok (2004) menjelaskan strategi umum dalam gaya manajemen kelas, yaitu : gaya manajeman kelas otoritatif, gaya manajeman kelas otoritarian, gaya manajeman kelas yang permisif. gaya manajeman kelas otoritatif berasal dari gaya parenting menurut Diana Baumrind (1971, 1996). Guru yang otoritatif melibatkan murid dalam kerja sama give and take dan menunjukkan sikap perhatian kepada mereka. Guru yang otoritatif akan menjelaskan aturan dan regulasi, menentukan standar dengan masukan dari murid.
Gaya manajeman kelas otoritarian adalah gaya yang restriktif dan punitif. Fokus utamanya adalah menjaga ketertiban di kelas, bukan pada pengajaran dan pembelajaran. Guru otoriter sangat mengekang dan mengontrol murid dan tidak banyak melakukan percakapan dengan mereka. Muridnya pun cenderung pasif, tidak mau membuat insiatif aktivitas, mengekspresikan kekhawatiran tentang perbandingan sosial, dan memiliki keterampilan komunikasi yang buruk.
Sedangkan gaya manajeman kelas permisif memberi banyak otonomi pada murid tapi tidak memberi banyak dukungan untuk pengembangan keahlian pembelajaran atau pengelolaan perilaku mereka. Tidak heran murid di kelas permisif cenderung memiliki keahlian akademik yang tidak memadai dan kontrol diri yang rendah.

III.            OBJEK OBSERVASI
Adapun objek observasi bersentuhan dengan topik pembahasan: Teori Belajar, Motivasi, Orientasi Belajar, dan Manajemen Kelas.
A.       Teori Belajar
Pada topik teori belajar yang kami tekankan, yaitu: teori behaviorisme dan teori kognitif sosial.

B.       Motivasi
Pada topik motivasi kami menekankan pada perspektif dari motivasi, yaitu : perspektif behavioral, perspektif humanistis, perspektif kogniti, dan perspektif sosial. Selain itu, juga bentuk dari motivasi itu sendiri, yakni apakah murid tersebut memiliki motivasi intrinsik atau motivasi ekstrinsik. Dan Kami melihat kepada orientasi motivasi, apakah dari hasil observasi murid memiliki orientasi untuk menguasai atau orientasi untuk tidak berdaya.

C.       Orientasi Belajar
Pada topik orientasi belajar ini terdapat dua pembagian, yaitu apakah sistem pengajaran di kelas mempergunakan sistem TCL atau SCL. Dengan membandingkan karakteristik dari TCL maupun SCL yang lebih dominan dan lebih sering dipergunakan dalam kelas tersebut.

D.       Manajamen Kelas
Pada topik manajemen kelas Kami fokus pada desain kelas, fisik kelas, dan gaya manajemen kelas. Dimana pada desain kelas kami melihat pada prinsip penataan kelasnya dan gaya penataan bangku seluruh siswa. Prinsip penataan kelas ini terdiri atas: kepadatan tempat lalu lalang, pengajar mudah melihat seluruh siswa, materi pengajaran dan perlengkapan mudah diakses, dan murid mudah melihat seluruh presentasi. Sedangkan pada gaya pentaan kelas (struktur bangku siswa), kami melihat apakah pada kelas tersebut lebih mengarah ke gaya penataan yang bagaimana. Apakah itu auditorium, tatap muka, off-set, seminar, atau klaster. Dan pada bagian gaya manajemen kelas, kami menilai apakah kelas tersebut menggunakan gaya manajemen otoritatif, otoritarian, atau permisif.

IV.            JADWAL PELAKSANAAN
Sabtu, 1 Juni 2013 pukul 10.45 WIB

V.            PELAKSANAAN
Jam
Kegiatan yang Dilakukan
09.00 – 10.45
Stand by dan melakukan sosialisasi dengan guru
10.45 – 12.00
Observasi dengan metode non – partisipan
12.00 – 12.15
Pembagian kuesioner
12.15 – 12.30
Wawancara


VI.            LAPORAN PENELITIAN
Sekolah sudah menetapkan e-learning secara online juga secara offline. Anak didik kelas X-2 di MAN 2 Model Medan mengaku bahwa dengan diadakannya e-learning di sekolah mereka tersebut sangat membantu mereka dalam proses belajar mengajar. Selain itu, anak didik juga memiliki motivasi yang cukup baik karena mereka terlihat sangat antusias dengan mata pelajaran yang disampaikan sehingga penerapan e-learning di MAN 2 Model Medan sudah efektif. Namun, mereka mengatakan hambatan yang paling utama yang mereka terima dengan metode e-learning ini adalah jika arus listrik padam.
Jika dilihat dari manajemen kelasnya, meja dan kursi ditata standard dengan model auditorium, kelas terlihat bersih, di bagian belakang kelas terdapat deretan locker penyimpanan barang-barang para anak didik, dan di sudut kiri depan kelas terdapat lemari hias. Kelas yang sangat nyaman untuk belajar. Dari keterangan Pak Pandapotan, kelompok memperoleh informasi bahwa setiap kelas di MAN 2 Model Medan telah dipasang proyektor dan layarnya secara permanen.

VII.            EVALUASI
      Sekolah harusnya lebih konsisten dalam penerapan e-learning ini. Karena walaupun sudah hampir seluruh mata pelajaran menggunakan e-learning offline namun kurang menekankan pada e-learning online, dengan tidak dilengkapinya website sekolah dengan bahan ajar yang di-upload ke website. Selain itu banyak pelajaran yang membutuhkan pengaplikasian dalam bidang visual namun tidak difasilitasi oleh guru yang mengajar dengan penggunaan power point.

Rangkuman Hasil Observasi

A.     Kelompok
            Penggunaan konsep e-learning di MAN 2 Model Medan telah dilakukan sejak tahun 2010. Metode pembelajaran e-learning ini memudahkan siswa untuk memahami mata pelajaran yang menitikberatkan pada aplikasi pemahaman audio visual seperti bahasa inggris, kimia, biologi dan lain sebagainya. Konsep e-learning yang digunakan di sekolah tersebut merupakan e-learning dengan program offline berupa pembelajaran menggunakan power point melalui sebuah projector yang telah disediakan di masing – masing kelas. Motivasi siwa kelas unggulan X-2 MAN 2 Model Medan tergolong tinggi, dikarenakan siswa memberi perhatian pada kelas dan sangat tertib akan tetapi motivasi ekstrinsik mereka yang lebih menonjol. Selain itu, motivasi siswa di kelas lebih mengarah pada perspektif behavioral dan humanistis. Orientasi belajar sekolah menggunakan model SCL (Student Centered Learning) dan TCL (Teacher Centered Learning), dimana siswa juga berperan dalam proses pembelajaran dan guru sebagai fasilitator, namun pada sebagian mata pelajaran lainnya guru masih ada yang menerapkan orientasi belajar TCL. Manajemen kelas sangat baik dan efektif, gaya penataan ruangan yang digunakan yaitu gaya auditorium dan gaya manajmen kelas menggunakan gaya otoritatif. Teori belajar yang digunakan berupa teori kognitif sosial.

B.     Pribadi
E-learning yang digunakan di MAN 2 Model Medan sudah efektif. Hal ini ditinjau dari hasil quisioner yang kami berikan pada siswa/i kelas X-2 dimana mereka menyatakan bahwa penggunaan e-learning di sekolah mereka sangat membantu mereka dalam belajar, hanya saja akan terhambat jika listrik padam baik e-learning secara offline maupun online.
Orientasi belajar yang paling sering diterapkan adalah orientasi belajar SCL, walaupun masih ada beberapa mata pelajaran yang menerapkan orientasi belajar TCL. Hal ini diperkuat dari hasil quisioner yang kami berikan dimana para anak didik sering menggunakan e-learning secara offline (proyektor) untuk berdiskusi dan presentasi.
Jika ditinjau dari motivasi para anak didik, mereka memiliki moivasi yang cukup baik untuk belajar. Hal ini terlihat dari ketertiban mereka dalam memerhatikan dan mendengarkan guru di depan kelas. Berbanding lurus dengan itu, manajemen kelas mereka juga sangat baik dengan penataan kursi dan meja bertipe auditorium, kelas yang bersih, sehingga terciptalah kenyamanan dalam belajar dimana hal ini juga berpengaruh dalam membangkitkan motivai para anak didik dalam belajar.

Testimoni


A.     Kelompok
            Penggunaan konsep e-learning di MAN 2 Model Medan telah dilakukan sejak tahun 2010. Metode pembelajaran e-learning ini memudahkan siswa untuk memahami mata pelajaran yang menitikberatkan pada aplikasi pemahaman audio visual seperti bahasa inggris, kimia, biologi dan lain sebagainya. Konsep e-learning yang digunakan di sekolah tersebut merupakan e-learning dengan program offline berupa pembelajaran menggunakan power point melalui sebuah projector yang telah disediakan di masing – masing kelas. Motivasi siwa kelas unggulan X-2 MAN 2 Model Medan tergolong tinggi, dikarenakan siswa memberi perhatian pada kelas dan sangat tertib akan tetapi motivasi ekstrinsik mereka yang lebih menonjol. Selain itu, motivasi siswa di kelas lebih mengarah pada perspektif behavioral dan humanistis. Orientasi belajar sekolah menggunakan model SCL (Student Centered Learning) dan TCL (Teacher Centered Learning), dimana siswa juga berperan dalam proses pembelajaran dan guru sebagai fasilitator, namun pada sebagian mata pelajaran lainnya guru masih ada yang menerapkan orientasi belajar TCL. Manajemen kelas sangat baik dan efektif, gaya penataan ruangan yang digunakan yaitu gaya auditorium dan gaya manajmen kelas menggunakan gaya otoritatif. Teori belajar yang digunakan berupa teori kognitif sosial.


B.     Pribadi
·      Riska Andani Simargolang (12-012)
Observasi ini adalah observasi yang pertama kali saya lakukan semenjak menjalani study di Fakultas Psikologi USU, rasanya deg;deg kan tapi ini benar-benar memberi pengalaman yang sangat berharga buat saya, dimana saya bisa berinteraksi secara langsung dengan siswa(i) yang bersekolah di MAN 2 MODEL MEDAN, saya sangat senang berkesempatan untuk mengobservasi sekolah tersebut. Testimoni saya untuk MAN 2 MODEL MEDAN adalah, sebaiknya konsep e-learning dan sistem SCL lebih diperhatikan dan di terapkan dalam proses pembelajaran.

·      Dika Lestari (12-022)
Pada observasi sekolah yang pertama sekali untuk saya, hal ini memberikan pengalaman yang berharga. Karena dari teori yang sudah saya pelajari pada mata kuliah psikologi pendidikan, maka di sinilah saya benar-benar bisa mengaplikasikan dan mengetahui dengan jelas contoh real dari teori yang ada. Testimoni saya untuk Man 2 Model Medan, hendaknya fasilitas e-learning dan sistem SCL lebih diaplikasikan secara berkesinambungan dan merata pada seluruh kelas di Man 2. Berhubung pada saat observasi Kami berkesempatan mengobservasi kelas unggulan jadi jelas terlihat bahwa fasilitas yang disediakan sekolah sangat memadai dan efektif. Dengan kapasitas murid kelas unggulan yang tidak lebih dari 25. Dan untuk kelas reguler kapasitasnya tidak lebih dari 35 dan projector pun sudah ada di setiap kelas.

·      Abdul Hakim Lubis (12-024)
Menurut saya, sistem e-learning nya sudah cukup bagus dan juga sistem pengajarannya. Hanya perlu dimaksimalkan saja. Selain itu, sekolah juga harus melihat bagaimana cara para siswanya belajar agar siswa lebih mudah dan baik dalam menerima pelajaran di sekolah.

·      Maulidya Khairiyah (12-026)
Dari hasil pengamatan saya pribadi e-learning yang difasilitasi oleh sekolah untuk para anak didiknya baik yang offline maupun online telah banyak membantu proses belajar mengajar yang terjadi di MAN 2 Model Medan. Dari pengamatan tersebut dan dari pengakuan para anak didik pula saya dapat menyimpulkan bahwa e-learning di MAN 2 Model Medan tersebut telah berjalan cukup efektif.

·      Carla Marsha (12-108)
            Menurut saya siswa disekolah sangat antusias dengan e – learning ini. Selain itu sekolah juga memfasilitasii dengan baik. Siswa diberikan individual table, individual locker dan lain – lain sehingga turut membantu murid untuk menyimpan gadget yang akan mereka gunakan saat menjalankan e – learning.
            Selain itu, observasi ini sangat berguna untuk mengasah daya analisa kita terhadap suatu fenomena real dengan berpedoman pada teori yang sudah ada. Sehingga menurut saya sangat berguna.