Jumat, 26 April 2013

Sudah Pantaskah E-Learning Diterapkan di Dunia Kampus???

Ini penting, mengapa? Ya jelaslah media belajar seperti ini banyak manfaatnya tau nggak??
  1. Hemat biaya, karena nggak perlu datang ke kampus udah bisa kuliah via dunia maya, jadikan nggak perlu keluar ongkos buat ke kampus.
  2. Hemat waktu, karena tidak dengan waktu tertentu saja kita bisa kuliah. Namanya juga via dunia maya.
  3. Hemat tempat, ya jelas dong, nggak perlu ngumpul di kelas baru bisa kuliah, sambil tiduran di kost-an juga udah bisa kuliah.
  4. Hemat tenaga, ini juga jelas, karena nggak perlu capek-capek ke kampus buat kuliah.
Namun, disamping dengan keuntungan yang hanya beberapa saya sebutkan di atas, masih banyak masalah yang menghalangi E-Learning ini berlangsung, salah satunya, yaitu:
  1. Fasilitas wifi kampus yang belum stabil alias masih sering lelet, ini sih kalau misalnya E-Learning nya tiba-tiba, jadikan kasian bagi para mahasiswa yang masih di kampus.
  2. Ini juga masalah fasilitas, kalau  misalnya pas diadakan E-Lerning, pas pula paket modem sedang habis, mana nggak punya gadget lagi. Kan dapat merugikan mahasiswanya. Oh no!
Dan masih banyak lagi yang lainnya. Selain itu, E-Learning juga memiliki kerugian, dimana merenggangnya hubungan antara dosen dan mahasiswa. Mengapa demikian? Yah, karna E-Leaning memaksakan kita untuk tidak saling tatap muka langsung dengan dosen. No no no! Silaturrahmi itu indah coy!  

“PAUD itu Penting lho!”


A.    Defenisi PAUD
Dalam undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Nomor 20 Tahun 2003 Bab I Pasal I Ayat 14), dinyatakan bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan dasar dan kehidupan pada tahap berikutnya.
Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang diberikan pada anak usia dini yang berkisar antara 0-8 tahun, guna merangsang kemampuan dan kemauan anak dalam memasuki pendidikan selanjutnya, yaitu SD.
Nah, keberhasilan dalam pendidikan anak usia dini merupakan dasar dalam keberhasilan pendidikan selanjutnya. Usia dini merupakan "usia emas" bagi seseorang. Mengapa demikian??? Karena, apabila seseorang pada usia dini telah mendapat pendidikan yang tepat, maka ia memperoleh kesiapan belajar yang baik yang merupakan salah satu kunci utama bagi keberhasilan belajarnya pada pendidikan selanjutnya.

B.    Teori tentang PAUD
1.      Frederich Wilhelm Froebel (1782 - 1852)
Froebel adalah pendiri taman kanak-kanak pertama yang berlokasi di Jerman. Hal ini menjadikan beliau dijuluki dengan sebutan “Bapak PAUD”. Pandangan Froebel terhadap pendidikan dikaitkan dengan hubungan individu, Tuhan dan alam. Ia menggunakan taman atau kebun milik anak di Blankenburg Jerman, sebagai milik anak. Bermain merupakan metode pendidikan anak dalam "meniru" kehidupan orang dewasa dengan wajar. Kurikulum PAUD dari Froebel meliputi:
·           Seni dan keahlian dalam konstruksi, melalui permainan lilin dan tanah liat, balok-balok kayu, menggunting kertas, menganyam, melipat kertas, meronce dengan benang, menggambar dan menyulam;
·           Menyanyi dan kegiatan permainan;
·           Bahasa dan Aritmatika.
Menurut Froebel guru bertanggung jawab dalam membimbing, mengarahkan agar anak menjadi kreatif, dengan kurikulum terencana dan sistematis. Guru adalah manajer kelas yang bertanggung jawab dalam merencanakan, mengorganisasikan, memotivasi, membimbing, mengawasi dan mengevaluasi proses ataupun hasil belajar. Tanpa program yang sistematis penyelenggaraan PAUD bisa membahayakan anak.

2.      John Dewey (1859 - 1952)
John Dewey adalah seorang profesor di universitas Chicago dan Columbia (Amerika).Teori Dewey tentang sekolah adalah "Progressivism" yang lebih menekankan pada anak didik dan minatnya daripada mata pelajarannya sendiri. Maka muncullah "Child Centered Curiculum", dan "Child Centered School". Progresivisme mempersiapkan anak masa kini dibanding masa depan yang belum jelas, seperti yang diungkapkan Dewey dalam bukunya "My Pedagogical Creed", bahwa pendidikan adalah proses dari kehidupan dan bukan persiapan masa yang akan datang. Aplikasi ide Dewey, anak-anak banyak berpartisipasi dalam kegiatan fisik, baru peminatan.

3.      Maria Montessori
Montessori dilahirkan di Ancona, Italia 1870, Ayahnya seorang pejabat sipil yang berpengaruh namun masih memiliki pandangan konservatif tentang peran wanita di masyarakat. Sebaliknya ibunya berpandangan wanita harus maju dan mencapai cita-citanya sejauh mungkin yang dapat dicapai dalam hidup. Sebagai seorang dokter dan antropolog wanita Italy yang pertama, ia berminat terhadap pendidikan anak terbelakang, yang ternyata metodenya dapat digunakan pada anak normal.
Montessori memandang perkembangan anak usia dini  sebagai suatu proses yang berkesinambungan. Hanya saja Montessori lebih memandang bahwa persepsi anak terhadap dunia sebagai dasar dari ilmu pengetahuan. Seluruh indra anak dilatih sehingga dapat menemukan hal-hal yang bersifat ilmu pengetahuan.

4.         Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara merupakan tokoh pendidikan dan bapak pendidikan Indonesia. Pandangannya terhadap anak sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai ketimuran dan pendidikan barat yang dia lalui. Ciri khas pendidikan anak usia dini adalah budi pekerti dan sistem “Among”. Bentuknya bukan mata pelajaran, tetapi menanamkan nilai, martabat kemanusiaan, nilai moral watak, dan pada akhirnya pembentukan manusia yang berkepribadian. Ada tiga inti dari sistem “Among”tersebut, yaitu:
·           Ing ngarso sing tulodo (pendidik berada didepan wajib memberikan teladan bagi anak didik);
·           Ing madya mangun karso (pendidik berada ditengah-tengah harus lebih banyak membagun atau membangkitkan kemauan sehingga anak mempunyai kesempatan untuk mecoba berbuat sendiri);
·           Tut wuri handayani (pendidik di belakang wajib memberi dorongan dan memantau agar anak mampu bekerja sendiri).

C.     Faktanya yang Terjadi di Lingkungan Kita
·         PAUD bukan lagi pendidikan yang memacu kemauan dan kesiapan anak dalam belajar dengan banyak bermain seerti yang tertera pada beberapa teori di atas. Di sekililing kita telah banyak PAUD yang terlalu memaksakan anak-anak usia dini agar bisa membaca dan menulis dengan baik. Bukannya, hal seperti ini bisa membuat anak-anak usia dini tertekan dan stress??? Namun, jika ditinjau dari pendidikan selanjutnya (SD), memang anak-anak kelas 1 SD itu sudah harus bisa membaca dan menulis dengan baik. Padahalkan tidak seperti itu seharusnya. Ada apa dengan kurkulum kita???
·         Pendidikan bahasa di PAUD sudah mulai kacau. Bagaimana tidak coba? Anak berkebangsaan Indonesia, lahir di Indonesia dan dibesarkan di Indonesia, eh malah diajarinnya bahasa asing. Apa-apaan ini??? Apa lagi kalau orang tuanya di rumah juga memakai bahasa Indonesi, bukankah hal ini bisa menimbulkan kegalauan pada si anak??? Iya dong galau, di PAUD dia belajar bahasa asing, di rumah orang tuanya menggunakan bahasa Indonesia. Bisa-bisa karena kegalauan si anak tersebut, si anak malah memilih untuk tidak berbicara. Nah Lho?? Kan kacau ini namanya. Tapi, hal ini terjadi juga tergantung pada setiap pribadinya masing-masing.