A.
Defenisi PAUD
Dalam undang-undang tentang Sistem
Pendidikan Nasional (UU Nomor 20 Tahun 2003 Bab I Pasal I Ayat 14), dinyatakan
bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan
kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui
pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan
jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan dasar
dan kehidupan pada tahap berikutnya.
Pendidikan anak usia dini merupakan
pendidikan yang diberikan pada anak usia dini yang berkisar antara 0-8 tahun,
guna merangsang kemampuan dan kemauan anak dalam memasuki pendidikan
selanjutnya, yaitu SD.
Nah, keberhasilan dalam pendidikan anak
usia dini merupakan dasar dalam keberhasilan pendidikan selanjutnya. Usia dini
merupakan "usia emas" bagi seseorang. Mengapa demikian??? Karena, apabila
seseorang pada usia dini telah mendapat pendidikan yang tepat, maka ia
memperoleh kesiapan belajar yang baik yang merupakan salah satu kunci utama
bagi keberhasilan belajarnya pada pendidikan selanjutnya.
B.
Teori
tentang PAUD
1. Frederich Wilhelm Froebel (1782 - 1852)
Froebel adalah pendiri taman
kanak-kanak pertama yang berlokasi di Jerman. Hal ini menjadikan beliau
dijuluki dengan sebutan “Bapak PAUD”. Pandangan Froebel terhadap pendidikan
dikaitkan dengan hubungan individu, Tuhan dan alam. Ia menggunakan taman atau
kebun milik anak di Blankenburg Jerman, sebagai milik anak. Bermain merupakan
metode pendidikan anak dalam "meniru" kehidupan orang dewasa dengan
wajar. Kurikulum PAUD dari Froebel meliputi:
·
Seni dan keahlian dalam konstruksi, melalui permainan
lilin dan tanah liat, balok-balok kayu, menggunting kertas, menganyam, melipat
kertas, meronce dengan benang, menggambar dan menyulam;
·
Menyanyi dan kegiatan permainan;
·
Bahasa dan Aritmatika.
Menurut Froebel guru bertanggung
jawab dalam membimbing, mengarahkan agar anak menjadi kreatif, dengan kurikulum
terencana dan sistematis. Guru adalah manajer kelas yang bertanggung jawab
dalam merencanakan, mengorganisasikan, memotivasi, membimbing, mengawasi dan
mengevaluasi proses ataupun hasil belajar. Tanpa program yang sistematis
penyelenggaraan PAUD bisa membahayakan anak.
2. John Dewey (1859 - 1952)
John Dewey adalah seorang profesor
di universitas Chicago dan Columbia (Amerika).Teori Dewey tentang sekolah
adalah "Progressivism" yang
lebih menekankan pada anak didik dan minatnya daripada mata pelajarannya
sendiri. Maka muncullah "Child
Centered Curiculum", dan "Child
Centered School". Progresivisme mempersiapkan anak masa kini dibanding
masa depan yang belum jelas, seperti yang diungkapkan Dewey dalam bukunya
"My Pedagogical Creed",
bahwa pendidikan adalah proses dari kehidupan dan bukan persiapan masa yang
akan datang. Aplikasi ide Dewey, anak-anak banyak berpartisipasi dalam kegiatan
fisik, baru peminatan.
3. Maria
Montessori
Montessori dilahirkan di Ancona, Italia 1870, Ayahnya seorang
pejabat sipil yang berpengaruh namun masih memiliki pandangan konservatif
tentang peran wanita di masyarakat. Sebaliknya ibunya berpandangan wanita harus
maju dan mencapai cita-citanya sejauh mungkin yang dapat dicapai dalam hidup. Sebagai
seorang dokter dan antropolog wanita Italy yang pertama, ia berminat terhadap
pendidikan anak terbelakang, yang ternyata metodenya dapat digunakan pada anak
normal.
Montessori memandang perkembangan anak usia dini sebagai suatu proses yang berkesinambungan.
Hanya saja Montessori lebih memandang bahwa persepsi anak terhadap dunia
sebagai dasar dari ilmu pengetahuan. Seluruh indra anak dilatih sehingga dapat
menemukan hal-hal yang bersifat ilmu pengetahuan.
4.
Ki Hajar
Dewantara
Ki Hajar Dewantara merupakan tokoh pendidikan dan bapak
pendidikan Indonesia. Pandangannya terhadap anak sangat dipengaruhi oleh
nilai-nilai ketimuran dan pendidikan barat yang dia lalui. Ciri khas pendidikan
anak usia dini adalah budi pekerti dan sistem “Among”. Bentuknya bukan mata
pelajaran, tetapi menanamkan nilai, martabat kemanusiaan, nilai moral watak,
dan pada akhirnya pembentukan manusia yang berkepribadian. Ada tiga inti dari
sistem “Among”tersebut, yaitu:
·
Ing ngarso
sing tulodo (pendidik berada
didepan wajib memberikan teladan bagi anak didik);
·
Ing madya
mangun karso (pendidik berada
ditengah-tengah harus lebih banyak membagun atau membangkitkan kemauan sehingga
anak mempunyai kesempatan untuk mecoba berbuat sendiri);
·
Tut wuri
handayani (pendidik di belakang wajib memberi
dorongan dan memantau agar anak mampu bekerja sendiri).
C.
Faktanya yang Terjadi di Lingkungan
Kita
·
PAUD bukan lagi pendidikan
yang memacu kemauan dan kesiapan anak dalam belajar dengan banyak bermain
seerti yang tertera pada beberapa teori di atas. Di sekililing kita telah
banyak PAUD yang terlalu memaksakan anak-anak usia dini agar bisa membaca dan
menulis dengan baik. Bukannya, hal seperti ini bisa membuat anak-anak usia dini
tertekan dan stress??? Namun, jika ditinjau dari pendidikan selanjutnya (SD),
memang anak-anak kelas 1 SD itu sudah harus bisa membaca dan menulis dengan
baik. Padahalkan tidak seperti itu seharusnya. Ada apa dengan kurkulum kita???
·
Pendidikan bahasa
di PAUD sudah mulai kacau. Bagaimana tidak coba? Anak berkebangsaan Indonesia,
lahir di Indonesia dan dibesarkan di Indonesia, eh malah diajarinnya bahasa
asing. Apa-apaan ini??? Apa lagi kalau orang tuanya di rumah juga memakai
bahasa Indonesi, bukankah hal ini bisa menimbulkan kegalauan pada si anak???
Iya dong galau, di PAUD dia belajar bahasa asing, di rumah orang tuanya
menggunakan bahasa Indonesia. Bisa-bisa karena kegalauan si anak tersebut, si anak
malah memilih untuk tidak berbicara. Nah Lho?? Kan kacau ini namanya. Tapi, hal
ini terjadi juga tergantung pada setiap pribadinya masing-masing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar