BAB I
PENDAHULUAN
A.
Identitas Anak
Inisial :
FM
Jenis
kelamin :
Laki-laki
Tanggal
lahir :
16 Juni 2011
Usia
kronologis :
1 tahun 11 bulan 16 hari
Pendidikan :
Belum Sekolah
Kedudukan
dalam keluarga : Anak pertama
(tunggal)
Tanggal
observasi : 27
Mei 2013
B.
Tujuan Observasi
Untuk
mengetahui perkembangan
kognitif melalui pemenuhan tahap sensorimotorik Piaget dan perkembangan
astistik anak tiga tahun awal.
C.
Hasil Observasi
1. Tahap
Sensorimotorik Piaget
Awalnya FM yang diberi mainan shape box tidak dapat menemukan lubang yang sesuai untuk bentuk
benda tersebut. FM juga belum bisa memegang mainan berbentuk secara benar untuk
dimasukkan ke lubang. Setelah diberi contoh sebanyak 3 kali, FM masih belum
bisa menemukan lubang yang sesuai dengan
bentuk mainan, namun FM sudah dapat memegang dengan benar mainan tersebut dan
memasukkannya ke lubang dengan menunjukkan lubang yang benar dengan arahan.
Setelah kembali diberi contoh, FM tetap belum bisa menemukan lubang yang benar
berdasarkan bentuk dan masih mencoba satu persatu lubang yang sesuai dengan
bentuk benda. Setelah beberapa saat, FM
mulai bosan dengan permainan shape box
tersebut.
2. Perkembangan
Artistik
FM diberi beberapa gambar untuk diwarnai. FM belum bisa
memegang pensil warna secara benar. Ketika mewarnai, FM mencoret-coret gambar
secara tidak terarah dan tidak mengikuti pola gambar.
D.
Hasil Anamesa
Hasil anamesa diperoleh dari ibu FM yang berinisial NN.
FM merupakan anak laki-laki pertama dan anak tunggal. Ayah FM jarang berada di
rumah karena bekerja, jadi FM lebih sering bersama dengan ibunya dibanding
ayahnya. NN mengatakan bahwa FM adalah anak yang sangat aktif, suka
berlari-lari dan melompat. Bahkan FM sudah bisa menaiki tangga. Namun FM
termasuk anak yang sulit untuk makan. Saat makan, FM sangat lama mengunyah
makananya, ia lebih suka mengisapnya di depan mulut padahal gigi FM sudah
tumbuh. Selain itu selama makan FM tidak bisa diam.
Dari anamesa juga diperoleh info bahwa FM sangat jarang
keluar rumah. FM lebih sering bergaul dengan NN. NN juga mengungkapkan bahwa FM
terkadang sangat rewel dan suka melempari barang yang ada di dekatnya ke arah
NN. NN sudah berusaha menasehati dan terkadang memarahi FM. Namun FM masih
tetap berperilaku seperti itu.
BAB II
LANDASAN TEORI
Dalam
melakukan observasi perkembangan anak ini kelompok menggunakan teori
perkembangan kognitif yang dikemukakan oleh Jean Piaget seorang psikolog
perkembangan dari Swiss. Sebelum membahas teori perkembangan Piaget lebih
dalam, ada baiknya kita singgung dulu bagaimana teori perkembangan dari sudut
pandang kognitif. Jika kita bandingkan dengan teori perkembangan dari sudut
pandang psikoanalisa yang menekankan pada ketidaksadaran, teori perkembangan
dari sudut pandang kognitif ini menekankan pada kesadaran manusia.
Piaget
menyatakan bahwa perkembangan kognitif anak akan melalui empat tahap (Santrock:
2007). Anak akan aktif dalam membangun pemahamannya tentang dunia. Piaget juga
menyatakan bahwa, perkembangan kognitif anak dimulai dari kempauan bayi untuk
beradaptasi dengan lingkungannya yang mucul mulai dari bayi lahir (Papalia:
2009).
A.
Proses Perkembangan Menurut Piaget
Ada empat proses penting yang saling
berdinamika di setiap tahapan perkembangan kognitif Piaget, yaitu skema,
adaptasi, organisasi, dan equilibrium.
1.
Skema
Piaget
menyatakan bahwa setiap anak dalam membangun pemahamannya tentang dunia, otak
akan berkembang membentuk skema (Santrock: 2007). Dimana skema yang berkembang
terbagi menjadi dua bentuk, yaitu skema-skema perilaku berupa aktivitas fisik
yang berkembang pada masa bayi dan skema-skema mental berupa aktivitas kognitif
yang berkembang pada masa kanak-kanak (Lamb, Bornstein, dan Teti dalam Sanrock:
2007).
Skema-skema
perilaku yang dimaksud di atas seperti aktivitas bayi dalam melihat,
menggenggam, menyusu, menghisap, dan sebagainya. Sedangkan skema-skema mental
itu seperti kemampuan anak dalam mengklasifikasikan objek, misal merah, hijau,
kuning, dan biru, anak akan mengklasifikasikan hal tersebut kedalam warna.
2.
Adaptasi
Adaptasi
merupakan penyesuaian anak terhadap informasi baru dan menghubungkannya dengan
skema yang telah dibentuk sebelumnya. Piaget mengemukakan proses adaptasi ada
dua konsep di dalamnya, yaitu asimilasi dan akomodasi. Kedua konsep ini saling
berdinamika dalam proses adaptasi anak.
Asimilasi
adalah proses dimana seorang anak memasukkan informasi baru ke dalam skema yang
telah ada. Misalnya bayi yang telah terbiasa menghisap putting ibunya terbiasa
menghisap botol susu, nah ketika bayi tersebut diberikan gelas dengan tutup
bercorong, bayi akan melakukan cara yang sama dalam menghisap gelas tersebut,
namun tidak berhasil. Ketika bayi tidak berhasil menghisap susu yang terdapat
dalam gelas tersebut, sang bayi akan melakukan perubahan pada cara yang
terbiasa dia lakukan pada putting susu ibunya dan botol susunya, konsep inilah
yang dikatakan dengan akomodasi yang merupakan proses perubahan atau
penyesuaian skema lama anak dengan informasi baru.
3.
Organisasi
Organisasi
merupakan pengelompokan perilaku-perilaku dan pemikiran-pemikiran ke dalam
suatu struktur (skema) yang lebih teratur dan lebih rumit. Misalnya seorang
anak laki-laki, melihat sebuah palu dan alat pertukangan lainnya, dia tidak
tahu cara menggunakan palu dan alat pertukangan tersebut karena dia hanya
memiliki pemikiran yang samar tentang palu dan lainnya. Namun, dia berusaha
untuk mempelajari cara menggunakan palu tersebut. Dan setelah dia tahu cara
menggunakan palu tersebut, dia akan menghubungkan (mengorganisasikan) cara
penggunaan tersebut ke dalam pengetahuannya (Santrock: 2007).
4.
Equilibrium
Equilibrium
merupakan suatu mekanisme yang menjelaskan bagaimana anak berpindah dari tahap
pemikiran satu ke tahap pemikiran berikutnya, yang disebabkan oleh konflik
kognitif (disequilibrium) yang
terjadi pada anak dalam prosesnya untuk memahami dunia dan pada akhirnya anak
akan menyelesaikan konfilk tersebut dengan mencapai suatu equlibrium (Santrock: 2007).
Sebagai
contoh seorang anak akan menganggap bahwa tiang tower, matahari, bulan,
bintang, gedung-gedung pencakar langit, dan sebagainya bergerak mengikutinya,
namun seiring berkembangnya pemikiran anak dia akan memahami bahwa tiang tower, matahari, bulan, bintang,
gedung-gedung pencakar langit, dan sebagainya itu tidak bergerak mengikutinya.
Pada tahap pemahaman tersebutlah anak telah mencapai equilibrium-nya.
B.
Tahap Perkembangan Menurut Piaget
Tahap perkembangan Piaget terdiri dari empat tahap, yaitu
tahap sensorimotorik (lahir – 2 tahun), tahap praoperational (2 – 6 tahun),
tahap operasional konkret (7 – 11 tahun), dan tahap operasional formal (11
tahun - dewasa).
Pada observasi ini, tahap yang sedang berlangsung pada
anak adalah tahap sensorimotorik.
Tahap
Sensorimotorik (lahir-2 tahun)
Mengapa
dikatakan tahap sensorikmotorik? Karena pada tahap ini bayi memahami dunia
dengan mengkoordinasikan pengalaman-pengalamn sensorik dan motoriknya. Dalam
tahap sensorimotorik ini Piaget membaginya lagi menjadi beberapa sub tahap,
yaitu:
a.
Refleks-refleks sederhana (bulan
pertama setelah kelahiran)
Pada
sub tahap ini sensasi dan tindakan bayi dikoordinasi melalui perilaku refleks
bayi, seperti refleks menggenggam jari ibu ketika didekatkan pada tangan bayi
atau refleks menghisap puting susu ibunya jika didekatkan ke bibirnya.
b.
Habits
pertama dan reaksi-reaksi sirkuler primer (1-4 bulan)
Habits
pertama itu seperti melakukan gerakan-gerakan menghisap puting susu ibunya atau
botol susu walaupun tidak didekatkan dengan payudara ibunya atau botol susunya.
Sedangkan reaksi-reaksi sirkuler primer itu seperti melakukan gerakan yang sama
dengan gerakan menghisap susu ketika jarinya didekatkan ke bibirnya.
Habits
dan reaksi sirkuler primer ini akan dilakukan secara berulang oleh bayi. Pada
tahap ini, bayi menaruh perhatiannya pada tubuhnya sendiri.
c.
Reaksi-reaksi sirkuler sekunder(4-8
bulan)
Pada
sub tahap ini bayi mulai beralih perhatianya dari tubuhnya sendri ke objek yang
ada di sekitarnya, seperti bergumam menirukan gumaman orang dewasa,
berulang-ulang menggoyangkan mainannya yang bergericik untuk kesenangannya
sendiri. Pada sub tahap ini, skema yang terbentuk oleh bayi merupakan skema
yang dibentuk tanpa sengaja.
d.
Koordinasi terhadap reaksi-reaksi
sirkuler sekunder (8-12 bulan)
Pada
sub tahap ini gerakan bayi lebih terarah, karena pada sub tahap ini, seorang
bayi harus mengkoordinasikan pandangan mata dan sentuhan tangannya. Skema yang
berkembang pada sub tahap ini sudah merupakan skema yang sengaja.
e.
Reaksi-reaksi sirkuler tersier,
kesenangan baru, dan keingintahuan (12-18 bulan)
Pada
sub tahap ini bayi mulai tertarik dengan berbagai objek dan keingintahuannya
besar terhadap objek tersebut. Reaksi sirkuler tersier merupakan skema dimana bayi sadar
mengeksplorasi berbagai kemungkinan bau terhadap benda-benda yang ada
disekitarnya (Santrock: 2007).
Pada
sub tahap inilah anak mulai menunjukkan keorisinilannya dalam memecahkan
masalah melalui trial and error
dimana anak mencoba berbagai cara atau tingkah laku untuk menemukan mana yang
terbaik untuk memecahkan masalahnya.
f.
Mental
Combination (18-24 bulan)
Pada
sub tahap ini, bayi mulai menggunakan simbol-simbol primitif. Contohnya Jenny sudah dapat bermain dengan shape box dan dapat menemukan lubang
yang cocok untuk memasukkan benda tersebut sebelum mencoba.
C.
Kemampuan Motorik Kasar dan Motorik Halus
Kemampuan motorik kasar
atau biasa disebut dengan istilah gross
motor skills merupakan kemampuan-kemampuan fisik seorang anak yang
melibatkan otot-otot kasarnya, seperti melompat, berlari, menaiki tangga, dan
sebagainya. Sebaliknya dengan kemampuan
motorik halus atau fine motor skills
merupakan kemampuan-kemampuan fisik anak yang melibatkan otot halusnya, seperti
memegang pensil dengan benar, mengancingkan baju, menggambar, dan sebaagainya.
Kemampuan motorik halus dibutuhkan
perhatian yang khusus agar dapat berkembang dengan baik.
D.
Perkembangan Artistik
Seiring
dengan perkembangan koordinasi kemampuan motorik dan kognitif anak, anak dapat
mengekspresikan dirinya melalui seni. Namun, akan ada perubahan pada setiap
pola gambar yang dibuat anak sejalan dengan bertambahnya usia si anak.
Berikut
ini merupakan bentuk umum dari tahapan perkembangan artistic anak. Anak usia 2
tahun dalam mewarnai pola gambar sudah mampu mencoret-coret (scribble
stage) tidak secara acak, namun telah mengikuti pola gambar dan dalam
menggambar anak usia 2 tahun sudah mampu menggambar pola berbentuk garis
vertical ataupun zig zag. Lalu anak
usia 3-4 tahun, sudah mampu menggambar bentuk (shape stage) seperti bulatan, kotak, segitiga, tanda silang, tanda
tambah, dan sebagainya dan juga sudah mampu mengombinasikan bentuk-bentuk
tersebut ke dalam sebuah desain (designs
stage). Usia 4-5 tahun, anak sudah mampu menggambar sesuatu yang lebih
kompleks lagi dengan menggabungkan berbagai macam desain dan betuk, tahap ini
disebut dengan pictorial stage.
BAB
III
PEMBAHASAN
A.
Perkembangan
Sensorimotorik
Berdasarkan hasil observasi yang diperoleh, tampak bahwa
FM belum memasuki tahap sensorimotorik Piaget yang seharusnya terjadi pada
usianya, yaitu tahap mental combination.
Usia FM ini merupakan usia peralihan ke tahap praoperational. Pada substage mental combination, anak sudah mempunyai
kemampuan representasi yaitu kemampuan merepresentasikan objek dan kejadian
dalam memori melalui simbol seperti kata, angka, dan gambar. Anak dapat
berpikir sebelum melakukan dan tidak lagi menggunakan percobaan trial and error untuk memecahkan
masalah.
Dari hasil observasi yang diperoleh dengan memberikan
mainan shape box tampak bahwa FM
belum bisa menemukan lubang yang sesuai untuk bentuk benda. Hal ini
mengindikasikan bahwa FM belum dapat menggunakan kemampuan representasi mental
yang berarti bahwa FM belum memasuki substage mental combination.
Setelah diberikan berkali-kali contoh tentang cara
menemukan lubang yang sesuai untuk bentuk benda, FM masih mencoba satu persatu
lubang yang sesuai untuk benda. Kejadian ini menunjukkan bahwa FM masih berada
pada substage reaksi sirkuler tersier dengan menggunakan konsep trial and error.
Selama observasi berlangsung ada beberapa hal yang juga
dapat diamati yaitu proses adaptasi yang terjadi dan proses habituasi serta
dishabituasi.
Dari contoh yang diberikan tentang cara menemukan lubang
yang sesuai untuk benda terlihat bahwa FM mengalami dua konsep adaptasi, yaitu
asimilasi dan akomodasi. Proses asimilasi terjadi ketika observer memberikan
contoh dan meminta FM untuk mencobanya, FM masih memegang bangunan berbentuk
dengan cara yang sama sehingga bangunan tidak bisa masuk ke dalam lubang.
Ketika menyadari hal tersebut, FM mengubah cara memegang bangunan benda
tersebut sehingga ia berhasil memasukkan bangunan ke lubang dengan bantuan. Hal
ini merupakan proses akomodasi.
FM yang terus menerus bermain shape box mulai merasa bosan sehingga ia berhenti bermain dan
melempar mainannya. Proses ini disebut habituasi.
Namun setelah diberi gambar untuk diwarnai, FM menjadi bersemangat kembali
untuk bermain karena ia tertarik dengan gambar-gambar yang diberikan. Proses ini
disebut dishabituasi.
B.
Perkembangan
Artistik
Pada usia FM,
perkembangan artistik yang terjadi adalah artistik dengan cara scribble, yaitu sudah memiliki pola
namun belum memiliki bentuk. Dari gambar yang diwarnai oleh FM tampak bahwa FM
belum memasuki tahap scribble. FM
masih mewarnai secara acak dan belum dapat mengikuti pola gambar. Hasil gambar
FM akan ditampilkan pada lampiran dalam laporan ini.
Selain belum
dapat mewarnai sesuai pola gambar, FM juga belum dapat memegang pensil warna
dengan benar dan belum dapat menentukan tangan mana yang harus ia gunakan dalam
menggambar. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan motorik halus
FM masih dalam proses awal perkembangannya.
C.
Perkembangan
Berdasarkan Hasil Anamesa
Berdasarkan
hasil anamesa yang diperoleh dari NN, hal yang paling menonjol adalah perbedaan
kemampuan gross motor skills dan fine motor skill FM. FM termasuk anak yang memiliki kemampuan gross motor skills yang baik, karena
pada usianya yang baru mendekati dua tahun, FM sudah bisa melompat dengan satu
kaki dan menaiki tangga. Pada umumnya, aktivitas ini adalah aktivitas yang
dilakukan anak yang berusia tiga tahun.
FM berkembang
lebih baik di kemampuan gross motor
skills dibanding fine motor skills.
Hal ini terlihat dari aktivitas kasar, seperti melompat yang sangat baik namun
kemampuan menggambar yang masih perlu dilatih lagi.
Kemampuan bahasa FM juga masih kurang. Hal ini mungkin
disebabkan karena FM jarang bergaul dengan teman sebayanya dan hampir setiap
saat berada di rumah.
BAB
IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
hasil observasi kelompok, dapat Kami simpulkan bahwa FM masih belum secara keseluruhan
berada pada tahap sensorimotorik sesuai dengan umurnya. Hal ini terlihat dari
beberapa kriteria tahapan sensorimotorik yang belum mampu FM selesaikan. Salah
satunya yaitu FM belum berada pada substage mental
combination dalam tahapan sensorimotorik, melainkan FM masih berada pada substage reaksi sirkuler tersier dengan menggunakan
konsep trial-and-error. Selanjutnya dari hasil observasi,
perkembangan FM pada proses adapatasi dengan dua konsep asimilasi dan akomodasi
serta proses habituasi dan dishabituasi sudah mampu dan sesuai dengan tahapan
umurnya.
Pada
perkembangan artistik, terlihat pula bahwa FM belum memasuki tahap scribble dan bahkan FM masih belum bisa
memegang pensil warna dengan benar.
Namun
FM memilki keunggulan lebih pada perkembangan gross motor skills-nya ketimbang fine motor skill, ini terlihat dari
kemampuan FM yang sudah mampu melakukan gross
motor skills yang dilakukan anak berusia tiga tahun sedangkan perkembangan
fine motor skill-nya seperti
menggambar dan mewarnai masih perlu dikembangkan lagi. Di samping itu,
perkembangan bahasa FM pun juga masih kurang.
B.
Saran
1.
Diharapkan para orang tua sedini mungkin
sudah memberikan pengenalan dan pemahaman kepada anak terhadap
permainan-permainan yang simple tetapi mampu mempengaruhi perkembangan dan
peningkatan potensi si Anak, baik itu seperti berbicara, pengenalan objek, mewarnai,
mecoret-coret/menggambar, permainan shape
box, mengelompokkan bola warna-warni, dan sebagainya.
2.
Anak-anak pada masa ini sangat mudah
melakukan imitasi, hal ini sudah sepatutnya menjadi masa emas bagi para orang
tua dalam membentuk dan mengembangkan potensi si Anak. Yang perlu dilakukan
orang tua cukup menunjukkan dan memperkenalkan hal-hal yang simple saja (tetapi
sangat mempengaruhi perkembangan dan pembentukan karakter si Anak) dan tidak
perlu memaksakan si Anak untuk menguasai segala halnya, karena harus tetap
sesuai dengan standar umur si Anak tersebut.
3.
Para orang tua diharapkan jangan terlalu
mengekang (over-protecting) dan
membatasi keingintahuan si Anak, karena pada masa ini Anak-anak akan sangat
suka mengeksplorasi hal-hal baru yang ia temui dan keingintahuannya sangat
kuat. Hal ini sangat mempengaruhi perkembangan fisiknya, kognitif dan juga
psikososialnya. Oleh sebab itu para orang tua cukup mengawasai dan mengontrol
agar si Anak tetap dalam penjagaan yang flexibel untuknya.