Senin, 17 Juni 2013

Observasi Psikologi Perkembangan (Perkembangan Kognitif Anak Usia 3 Tahun Awal)


BAB I
PENDAHULUAN
A.     Identitas Anak
Inisial                                                : FM
Jenis kelamin                         : Laki-laki
Tanggal lahir                                     : 16 Juni 2011
Usia kronologis                                 : 1 tahun 11 bulan 16 hari
Pendidikan                                        : Belum Sekolah
Kedudukan dalam keluarga              : Anak pertama (tunggal)
Tanggal observasi                             : 27 Mei 2013

B.     Tujuan Observasi
Untuk mengetahui perkembangan kognitif melalui pemenuhan tahap sensorimotorik Piaget dan perkembangan astistik anak tiga tahun awal.

C.    Hasil Observasi
1.      Tahap Sensorimotorik Piaget
Awalnya FM yang diberi mainan shape box tidak dapat menemukan lubang yang sesuai untuk bentuk benda tersebut. FM juga belum bisa memegang mainan berbentuk secara benar untuk dimasukkan ke lubang. Setelah diberi contoh sebanyak 3 kali, FM masih belum bisa menemukan lubang yang sesuai  dengan bentuk mainan, namun FM sudah dapat memegang dengan benar mainan tersebut dan memasukkannya ke lubang dengan menunjukkan lubang yang benar dengan arahan. Setelah kembali diberi contoh, FM tetap belum bisa menemukan lubang yang benar berdasarkan bentuk dan masih mencoba satu persatu lubang yang sesuai dengan bentuk benda. Setelah beberapa saat,  FM mulai bosan dengan permainan shape box tersebut.
2.      Perkembangan Artistik
FM diberi beberapa gambar untuk diwarnai. FM belum bisa memegang pensil warna secara benar. Ketika mewarnai, FM mencoret-coret gambar secara tidak terarah dan tidak mengikuti pola gambar.
D.     Hasil Anamesa
Hasil anamesa diperoleh dari ibu FM yang berinisial NN. FM merupakan anak laki-laki pertama dan anak tunggal. Ayah FM jarang berada di rumah karena bekerja, jadi FM lebih sering bersama dengan ibunya dibanding ayahnya. NN mengatakan bahwa FM adalah anak yang sangat aktif, suka berlari-lari dan melompat. Bahkan FM sudah bisa menaiki tangga. Namun FM termasuk anak yang sulit untuk makan. Saat makan, FM sangat lama mengunyah makananya, ia lebih suka mengisapnya di depan mulut padahal gigi FM sudah tumbuh. Selain itu selama makan FM tidak bisa diam.
Dari anamesa juga diperoleh info bahwa FM sangat jarang keluar rumah. FM lebih sering bergaul dengan NN. NN juga mengungkapkan bahwa FM terkadang sangat rewel dan suka melempari barang yang ada di dekatnya ke arah NN. NN sudah berusaha menasehati dan terkadang memarahi FM. Namun FM masih tetap berperilaku seperti itu.


BAB II
LANDASAN TEORI
Dalam melakukan observasi perkembangan anak ini kelompok menggunakan teori perkembangan kognitif yang dikemukakan oleh Jean Piaget seorang psikolog perkembangan dari Swiss. Sebelum membahas teori perkembangan Piaget lebih dalam, ada baiknya kita singgung dulu bagaimana teori perkembangan dari sudut pandang kognitif. Jika kita bandingkan dengan teori perkembangan dari sudut pandang psikoanalisa yang menekankan pada ketidaksadaran, teori perkembangan dari sudut pandang kognitif ini menekankan pada kesadaran manusia.
Piaget menyatakan bahwa perkembangan kognitif anak akan melalui empat tahap (Santrock: 2007). Anak akan aktif dalam membangun pemahamannya tentang dunia. Piaget juga menyatakan bahwa, perkembangan kognitif anak dimulai dari kempauan bayi untuk beradaptasi dengan lingkungannya yang mucul mulai dari bayi lahir (Papalia: 2009).
A.     Proses Perkembangan Menurut Piaget
Ada empat proses penting yang saling berdinamika di setiap tahapan perkembangan kognitif Piaget, yaitu skema, adaptasi, organisasi, dan equilibrium.
1.         Skema
Piaget menyatakan bahwa setiap anak dalam membangun pemahamannya tentang dunia, otak akan berkembang membentuk skema (Santrock: 2007). Dimana skema yang berkembang terbagi menjadi dua bentuk, yaitu skema-skema perilaku berupa aktivitas fisik yang berkembang pada masa bayi dan skema-skema mental berupa aktivitas kognitif yang berkembang pada masa kanak-kanak (Lamb, Bornstein, dan Teti dalam Sanrock: 2007).
Skema-skema perilaku yang dimaksud di atas seperti aktivitas bayi dalam melihat, menggenggam, menyusu, menghisap, dan sebagainya. Sedangkan skema-skema mental itu seperti kemampuan anak dalam mengklasifikasikan objek, misal merah, hijau, kuning, dan biru, anak akan mengklasifikasikan hal tersebut kedalam warna.
2.         Adaptasi
Adaptasi merupakan penyesuaian anak terhadap informasi baru dan menghubungkannya dengan skema yang telah dibentuk sebelumnya. Piaget mengemukakan proses adaptasi ada dua konsep di dalamnya, yaitu asimilasi dan akomodasi. Kedua konsep ini saling berdinamika dalam proses adaptasi anak.
Asimilasi adalah proses dimana seorang anak memasukkan informasi baru ke dalam skema yang telah ada. Misalnya bayi yang telah terbiasa menghisap putting ibunya terbiasa menghisap botol susu, nah ketika bayi tersebut diberikan gelas dengan tutup bercorong, bayi akan melakukan cara yang sama dalam menghisap gelas tersebut, namun tidak berhasil. Ketika bayi tidak berhasil menghisap susu yang terdapat dalam gelas tersebut, sang bayi akan melakukan perubahan pada cara yang terbiasa dia lakukan pada putting susu ibunya dan botol susunya, konsep inilah yang dikatakan dengan akomodasi yang merupakan proses perubahan atau penyesuaian skema lama anak dengan informasi baru.
3.         Organisasi
Organisasi merupakan pengelompokan perilaku-perilaku dan pemikiran-pemikiran ke dalam suatu struktur (skema) yang lebih teratur dan lebih rumit. Misalnya seorang anak laki-laki, melihat sebuah palu dan alat pertukangan lainnya, dia tidak tahu cara menggunakan palu dan alat pertukangan tersebut karena dia hanya memiliki pemikiran yang samar tentang palu dan lainnya. Namun, dia berusaha untuk mempelajari cara menggunakan palu tersebut. Dan setelah dia tahu cara menggunakan palu tersebut, dia akan menghubungkan (mengorganisasikan) cara penggunaan tersebut ke dalam pengetahuannya (Santrock: 2007).
4.         Equilibrium
Equilibrium merupakan suatu mekanisme yang menjelaskan bagaimana anak berpindah dari tahap pemikiran satu ke tahap pemikiran berikutnya, yang disebabkan oleh konflik kognitif (disequilibrium) yang terjadi pada anak dalam prosesnya untuk memahami dunia dan pada akhirnya anak akan menyelesaikan konfilk tersebut dengan mencapai suatu equlibrium (Santrock: 2007).
Sebagai contoh seorang anak akan menganggap bahwa tiang tower, matahari, bulan, bintang, gedung-gedung pencakar langit, dan sebagainya bergerak mengikutinya, namun seiring berkembangnya pemikiran anak dia akan memahami bahwa  tiang tower, matahari, bulan, bintang, gedung-gedung pencakar langit, dan sebagainya itu tidak bergerak mengikutinya. Pada tahap pemahaman tersebutlah anak telah mencapai equilibrium-nya.

B.     Tahap Perkembangan Menurut Piaget
Tahap perkembangan Piaget terdiri dari empat tahap, yaitu tahap sensorimotorik (lahir – 2 tahun), tahap praoperational (2 – 6 tahun), tahap operasional konkret (7 – 11 tahun), dan tahap operasional formal (11 tahun - dewasa).
Pada observasi ini, tahap yang sedang berlangsung pada anak adalah tahap sensorimotorik.
Tahap Sensorimotorik (lahir-2 tahun)
Mengapa dikatakan tahap sensorikmotorik? Karena pada tahap ini bayi memahami dunia dengan mengkoordinasikan pengalaman-pengalamn sensorik dan motoriknya. Dalam tahap sensorimotorik ini Piaget membaginya lagi menjadi beberapa sub tahap, yaitu:
a.         Refleks-refleks sederhana (bulan pertama setelah kelahiran)
Pada sub tahap ini sensasi dan tindakan bayi dikoordinasi melalui perilaku refleks bayi, seperti refleks menggenggam jari ibu ketika didekatkan pada tangan bayi atau refleks menghisap puting susu ibunya jika didekatkan ke bibirnya.
b.        Habits pertama dan reaksi-reaksi sirkuler primer (1-4 bulan)
Habits pertama itu seperti melakukan gerakan-gerakan menghisap puting susu ibunya atau botol susu walaupun tidak didekatkan dengan payudara ibunya atau botol susunya. Sedangkan reaksi-reaksi sirkuler primer itu seperti melakukan gerakan yang sama dengan gerakan menghisap susu ketika jarinya didekatkan ke bibirnya.
 Habits dan reaksi sirkuler primer ini akan dilakukan secara berulang oleh bayi. Pada tahap ini, bayi menaruh perhatiannya pada tubuhnya sendiri.
c.         Reaksi-reaksi sirkuler sekunder(4-8 bulan)
Pada sub tahap ini bayi mulai beralih perhatianya dari tubuhnya sendri ke objek yang ada di sekitarnya, seperti bergumam menirukan gumaman orang dewasa, berulang-ulang menggoyangkan mainannya yang bergericik untuk kesenangannya sendiri. Pada sub tahap ini, skema yang terbentuk oleh bayi merupakan skema yang dibentuk tanpa sengaja.
d.        Koordinasi terhadap reaksi-reaksi sirkuler sekunder (8-12 bulan)
Pada sub tahap ini gerakan bayi lebih terarah, karena pada sub tahap ini, seorang bayi harus mengkoordinasikan pandangan mata dan sentuhan tangannya. Skema yang berkembang pada sub tahap ini sudah merupakan skema yang sengaja.
e.         Reaksi-reaksi sirkuler tersier, kesenangan baru, dan keingintahuan (12-18 bulan)
Pada sub tahap ini bayi mulai tertarik dengan berbagai objek dan keingintahuannya besar terhadap objek tersebut. Reaksi sirkuler tersier  merupakan skema dimana bayi sadar mengeksplorasi berbagai kemungkinan bau terhadap benda-benda yang ada disekitarnya (Santrock: 2007).
Pada sub tahap inilah anak mulai menunjukkan keorisinilannya dalam memecahkan masalah melalui trial and error dimana anak mencoba berbagai cara atau tingkah laku untuk menemukan mana yang terbaik untuk memecahkan masalahnya.
f.         Mental Combination (18-24 bulan)
Pada sub tahap ini, bayi mulai menggunakan simbol-simbol primitif. Contohnya Jenny sudah dapat bermain dengan shape box dan dapat menemukan lubang yang cocok untuk memasukkan benda tersebut sebelum mencoba.

C.      Kemampuan Motorik Kasar dan Motorik Halus
Kemampuan motorik kasar atau biasa disebut dengan istilah gross motor skills merupakan kemampuan-kemampuan fisik seorang anak yang melibatkan otot-otot kasarnya, seperti melompat, berlari, menaiki tangga, dan sebagainya. Sebaliknya dengan kemampuan motorik halus atau fine motor skills merupakan kemampuan-kemampuan fisik anak yang melibatkan otot halusnya, seperti memegang pensil dengan benar, mengancingkan baju, menggambar, dan sebaagainya. Kemampuan motorik halus  dibutuhkan perhatian yang khusus agar dapat berkembang dengan baik.

D.     Perkembangan Artistik
Seiring dengan perkembangan koordinasi kemampuan motorik dan kognitif anak, anak dapat mengekspresikan dirinya melalui seni. Namun, akan ada perubahan pada setiap pola gambar yang dibuat anak sejalan dengan bertambahnya usia si anak.
Berikut ini merupakan bentuk umum dari tahapan perkembangan artistic anak. Anak usia 2 tahun dalam mewarnai pola gambar sudah mampu mencoret-coret (scribble stage) tidak secara acak, namun telah mengikuti pola gambar dan dalam menggambar anak usia 2 tahun sudah mampu menggambar pola berbentuk garis vertical ataupun zig zag. Lalu anak usia 3-4 tahun, sudah mampu menggambar bentuk (shape stage) seperti bulatan, kotak, segitiga, tanda silang, tanda tambah, dan sebagainya dan juga sudah mampu mengombinasikan bentuk-bentuk tersebut ke dalam sebuah desain (designs stage). Usia 4-5 tahun, anak sudah mampu menggambar sesuatu yang lebih kompleks lagi dengan menggabungkan berbagai macam desain dan betuk, tahap ini disebut dengan pictorial stage.

BAB III
PEMBAHASAN


A.     Perkembangan Sensorimotorik
Berdasarkan hasil observasi yang diperoleh, tampak bahwa FM belum memasuki tahap sensorimotorik Piaget yang seharusnya terjadi pada usianya, yaitu tahap mental combination. Usia FM ini merupakan usia peralihan ke tahap praoperational. Pada substage mental combination, anak sudah mempunyai kemampuan representasi yaitu kemampuan merepresentasikan objek dan kejadian dalam memori melalui simbol seperti kata, angka, dan gambar. Anak dapat berpikir sebelum melakukan dan tidak lagi menggunakan percobaan trial and error untuk memecahkan masalah.
Dari hasil observasi yang diperoleh dengan memberikan mainan shape box tampak bahwa FM belum bisa menemukan lubang yang sesuai untuk bentuk benda. Hal ini mengindikasikan bahwa FM belum dapat menggunakan kemampuan representasi mental yang berarti bahwa FM belum memasuki substage mental combination.
Setelah diberikan berkali-kali contoh tentang cara menemukan lubang yang sesuai untuk bentuk benda, FM masih mencoba satu persatu lubang yang sesuai untuk benda. Kejadian ini menunjukkan bahwa FM masih berada pada substage reaksi sirkuler tersier dengan menggunakan konsep trial and error.
Selama observasi berlangsung ada beberapa hal yang juga dapat diamati yaitu proses adaptasi yang terjadi dan proses habituasi serta dishabituasi.
Dari contoh yang diberikan tentang cara menemukan lubang yang sesuai untuk benda terlihat bahwa FM mengalami dua konsep adaptasi, yaitu asimilasi dan akomodasi. Proses asimilasi terjadi ketika observer memberikan contoh dan meminta FM untuk mencobanya, FM masih memegang bangunan berbentuk dengan cara yang sama sehingga bangunan tidak bisa masuk ke dalam lubang. Ketika menyadari hal tersebut, FM mengubah cara memegang bangunan benda tersebut sehingga ia berhasil memasukkan bangunan ke lubang dengan bantuan. Hal ini merupakan proses akomodasi.
FM yang terus menerus bermain shape box mulai merasa bosan sehingga ia berhenti bermain dan melempar mainannya. Proses ini disebut habituasi. Namun setelah diberi gambar untuk diwarnai, FM menjadi bersemangat kembali untuk bermain karena ia tertarik dengan gambar-gambar yang diberikan. Proses ini disebut dishabituasi.

B.     Perkembangan Artistik
Pada usia FM, perkembangan artistik yang terjadi adalah artistik dengan cara scribble, yaitu sudah memiliki pola namun belum memiliki bentuk. Dari gambar yang diwarnai oleh FM tampak bahwa FM belum memasuki tahap scribble. FM masih mewarnai secara acak dan belum dapat mengikuti pola gambar. Hasil gambar FM akan ditampilkan pada lampiran dalam laporan ini.
Selain belum dapat mewarnai sesuai pola gambar, FM juga belum dapat memegang pensil warna dengan benar dan belum dapat menentukan tangan mana yang harus ia gunakan dalam menggambar. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan motorik halus FM masih dalam proses awal perkembangannya.

C.     Perkembangan Berdasarkan Hasil Anamesa
Berdasarkan hasil anamesa yang diperoleh dari NN, hal yang paling menonjol adalah perbedaan kemampuan gross motor skills dan fine motor skill FM.  FM termasuk anak yang memiliki kemampuan gross motor skills yang baik, karena pada usianya yang baru mendekati dua tahun, FM sudah bisa melompat dengan satu kaki dan menaiki tangga. Pada umumnya, aktivitas ini adalah aktivitas yang dilakukan anak yang berusia tiga tahun.
FM berkembang lebih baik di kemampuan gross motor skills dibanding fine motor skills. Hal ini terlihat dari aktivitas kasar, seperti melompat yang sangat baik namun kemampuan menggambar yang masih perlu dilatih lagi. Kemampuan bahasa FM juga masih kurang. Hal ini mungkin disebabkan karena FM jarang bergaul dengan teman sebayanya dan hampir setiap saat berada di rumah.

BAB IV
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Dari hasil observasi kelompok, dapat Kami simpulkan bahwa FM masih belum secara keseluruhan berada pada tahap sensorimotorik sesuai dengan umurnya. Hal ini terlihat dari beberapa kriteria tahapan sensorimotorik yang belum mampu FM selesaikan. Salah satunya yaitu FM belum berada pada substage mental combination dalam tahapan sensorimotorik, melainkan FM masih berada pada substage reaksi sirkuler tersier dengan menggunakan konsep trial-and-error. Selanjutnya dari hasil observasi, perkembangan FM pada proses adapatasi dengan dua konsep asimilasi dan akomodasi serta proses habituasi dan dishabituasi sudah mampu dan sesuai dengan tahapan umurnya.
Pada perkembangan artistik, terlihat pula bahwa FM belum memasuki tahap scribble dan bahkan FM masih belum bisa memegang pensil warna dengan benar.
Namun FM memilki keunggulan lebih pada perkembangan gross motor skills-nya ketimbang fine motor skill, ini terlihat dari kemampuan FM yang sudah mampu melakukan gross motor skills yang dilakukan anak berusia tiga tahun sedangkan perkembangan fine motor skill-nya seperti menggambar dan mewarnai masih perlu dikembangkan lagi. Di samping itu, perkembangan bahasa FM pun juga masih kurang.

B.     Saran
1.         Diharapkan para orang tua sedini mungkin sudah memberikan pengenalan dan pemahaman kepada anak terhadap permainan-permainan yang simple tetapi mampu mempengaruhi perkembangan dan peningkatan potensi si Anak, baik itu seperti berbicara, pengenalan objek, mewarnai, mecoret-coret/menggambar, permainan shape box, mengelompokkan bola warna-warni, dan sebagainya.
2.         Anak-anak pada masa ini sangat mudah melakukan imitasi, hal ini sudah sepatutnya menjadi masa emas bagi para orang tua dalam membentuk dan mengembangkan potensi si Anak. Yang perlu dilakukan orang tua cukup menunjukkan dan memperkenalkan hal-hal yang simple saja (tetapi sangat mempengaruhi perkembangan dan pembentukan karakter si Anak) dan tidak perlu memaksakan si Anak untuk menguasai segala halnya, karena harus tetap sesuai dengan standar umur si Anak tersebut.
3.         Para orang tua diharapkan jangan terlalu mengekang (over-protecting) dan membatasi keingintahuan si Anak, karena pada masa ini Anak-anak akan sangat suka mengeksplorasi hal-hal baru yang ia temui dan keingintahuannya sangat kuat. Hal ini sangat mempengaruhi perkembangan fisiknya, kognitif dan juga psikososialnya. Oleh sebab itu para orang tua cukup mengawasai dan mengontrol agar si Anak tetap dalam penjagaan yang flexibel untuknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar