“Jenuh”
tentu saja hal ini akan terjadi pada setiap pemilih. Pemilih disini maksudnya
adalah kita sebagai manusia pasti harus memilih bukan? Memilih bukan hanya
ketika pemilu diselenggarakan saja tentunya. Namun, memilih untuk berbuat baik
atau buruk, memilih untuk bahagia atau sengsara, memilih untuk berbohong atau
jujur, bahkan pada anak-anak sekalipun mereka telah memilih antara permen atau
mainan dan sebagainya. Jadi, setiap manusia pastilah akan memilih dalam hal apa
pun. Nah, sama halnya dengan saya ketika harus menentukan nasib di Fakultas apa
saya akan berenang dan menyelam. Ketika itu, dari sekian banyak fakultas yang
berada di dalam universitas di Indonesia, saya menjatuhkan pilihan saya pada
Fakultas Psikologi dan Fakultas Arsitektur USU. Kedua ini sangat menarik bagi
saya. Dan ternyata Allah berkehendak agar saya berenang dan menyelam di
lautan Psikologi.
Sama pada
kebanyakan orang akan bersemangat pada awal dia terjun ke lautan untuk berenang
dan menyelam disana. Namun, ketika telah letih, lambat laut akan merasa jenuh
dengan lautan tersebut. Itu yang saya alami, “jenuh”. Jenuh dengan tumpukan buku yang tebalnya kayak peti harta
karun bajak laut, dengan tugas yang banyaknya udah kayak ikan di laut, dan bla
bla bla.
“Jenuh” satu hal yang memang semua orang
harus mengalaminya, namun tidak semua orang yang bisa menggenjetnya agar tidak
berakar dan mengikat orang yang mengalaminya. Ini yang sedang saya proses,
bagaimana yang harus saya lakukan agar kejenuhan saya tidak menjerat saya dan
tenggelam di dasar laut Psikologi,
Di dalam
lautan, tersedia banyak keindahan alam bawah laut yang sungguh menakjubkan.
Namun, selain keindahan yang disediakan lautan ada bahaya di sana, sehingga ada
ketentuan-ketentuan yang menjaga si
penyelam agar dia tetap selamat selama masa penyelamannya. Jika, ketentuan
tersebut dilanggar, maka si penyelam harus menanggung resiko. Nah, dalam
keadaan jenuh, si penyelam bisa saja melanggar ketentuan yang mengikatnya. Dan
si penyelam tentu juga harus mempertanggungjawabkan resikonya.
Seperti itu
juga keadaan laut Psikologi, saya harus menjalankan ketentuan-ketentuan yang
berlaku, jika saya melenceng, saya harus terima resikonya. Adanya resiko ini
membuat saya makhluk yang berpikir menjalankan mesin pikiran saya, karena saya ingin setelah saya keluar dari
lautan psikologi, ada sesuatu yang bisa saya bawa untuk orang tua saya bahagia
dan menghelakan nafas lega atas tidak sia-sianya pengorbanan mereka pada buah
hatinya. Dan setelah orang tua, sesuatu itu juga harus bisa saya bagi dengan
manusia lainnya yang membutuhkan.
Jadi, karena
saya yang tegas memilih lautan Psikologi USU sebagai laut untuk saya renangi
dan selami, sehingga saya harus berlindung pada ketentuan yang harus
dilaksanakan oleh setiap perenang dan penyelam laut Psikologi USU agar saya
selamat dan saya dapat keluar dari lautan ini dengan membawa sesuatu yang bisa
membahagiakan kedua orang tua saya dan bisa saya bagi dengan orang-orang yang
membutuhkan sesuatu tersebut yang telah saya peroleh dari laut Psikologi USU.
Saya harus
bijaksana dan bertanggung jawab dengan pilihan saya. Kejenuhan akan tergencet
dengan motivasi diri yang besar. Motivasi yang ada di dalam diri setiap manusia
akan berbeda, perbedaannya bisa sebanyak jumlah manusianya. Nah, kadar motivasi
di dalam diri manusia juga akan berbeda dengan perbedaannya sebanyak manusia
yang ada. Jadi, relasinya adalah semakin besar motivasi saya sebagai penyelam
di lautan Psikologi USU, akan semakin tergencet kejenuhan yang akan saya alami.
Dan sebaliknya, semakin kecil motivasi saya sebagai penyelam di lautan
Psikologi USU, akan semakin berakar kejenuhan yang akan saya alami. Bertanggung
jawab dengan apa yang telah menjadi pilihan juga bisa menjadi motivasi lho! J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar