Kamis, 21 Maret 2013

"Antara Pilihan dan Kejenuhan akan Dijembatani dengan Motvasi"


Jenuh” tentu saja hal ini akan terjadi pada setiap pemilih. Pemilih disini maksudnya adalah kita sebagai manusia pasti harus memilih bukan? Memilih bukan hanya ketika pemilu diselenggarakan saja tentunya. Namun, memilih untuk berbuat baik atau buruk, memilih untuk bahagia atau sengsara, memilih untuk berbohong atau jujur, bahkan pada anak-anak sekalipun mereka telah memilih antara permen atau mainan dan sebagainya. Jadi, setiap manusia pastilah akan memilih dalam hal apa pun. Nah, sama halnya dengan saya ketika harus menentukan nasib di Fakultas apa saya akan berenang dan menyelam. Ketika itu, dari sekian banyak fakultas yang berada di dalam universitas di Indonesia, saya menjatuhkan pilihan saya pada Fakultas Psikologi dan Fakultas Arsitektur USU. Kedua ini sangat menarik bagi saya. Dan ternyata Allah berkehendak agar saya berenang dan menyelam di lautan Psikologi.
Sama pada kebanyakan orang akan bersemangat pada awal dia terjun ke lautan untuk berenang dan menyelam disana. Namun, ketika telah letih, lambat laut akan merasa jenuh dengan lautan tersebut. Itu yang saya alami, “jenuh”. Jenuh dengan tumpukan buku yang tebalnya kayak peti harta karun bajak laut, dengan tugas yang banyaknya udah kayak ikan di laut, dan bla bla bla.
Jenuh” satu hal yang memang semua orang harus mengalaminya, namun tidak semua orang yang bisa menggenjetnya agar tidak berakar dan mengikat orang yang mengalaminya. Ini yang sedang saya proses, bagaimana yang harus saya lakukan agar kejenuhan saya tidak menjerat saya dan tenggelam di dasar laut Psikologi,
Di dalam lautan, tersedia banyak keindahan alam bawah laut yang sungguh menakjubkan. Namun, selain keindahan yang disediakan lautan ada bahaya di sana, sehingga ada ketentuan-ketentuan  yang menjaga si penyelam agar dia tetap selamat selama masa penyelamannya. Jika, ketentuan tersebut dilanggar, maka si penyelam harus menanggung resiko. Nah, dalam keadaan jenuh, si penyelam bisa saja melanggar ketentuan yang mengikatnya. Dan si penyelam tentu juga harus mempertanggungjawabkan resikonya.
Seperti itu juga keadaan laut Psikologi, saya harus menjalankan ketentuan-ketentuan yang berlaku, jika saya melenceng, saya harus terima resikonya. Adanya resiko ini membuat saya makhluk yang berpikir menjalankan mesin pikiran saya, karena saya ingin setelah saya keluar dari lautan psikologi, ada sesuatu yang bisa saya bawa untuk orang tua saya bahagia dan menghelakan nafas lega atas tidak sia-sianya pengorbanan mereka pada buah hatinya. Dan setelah orang tua, sesuatu itu juga harus bisa saya bagi dengan manusia lainnya yang membutuhkan.
Jadi, karena saya yang tegas memilih lautan Psikologi USU sebagai laut untuk saya renangi dan selami, sehingga saya harus berlindung pada ketentuan yang harus dilaksanakan oleh setiap perenang dan penyelam laut Psikologi USU agar saya selamat dan saya dapat keluar dari lautan ini dengan membawa sesuatu yang bisa membahagiakan kedua orang tua saya dan bisa saya bagi dengan orang-orang yang membutuhkan sesuatu tersebut yang telah saya peroleh dari laut Psikologi USU.
Saya harus bijaksana dan bertanggung jawab dengan pilihan saya. Kejenuhan akan tergencet dengan motivasi diri yang besar. Motivasi yang ada di dalam diri setiap manusia akan berbeda, perbedaannya bisa sebanyak jumlah manusianya. Nah, kadar motivasi di dalam diri manusia juga akan berbeda dengan perbedaannya sebanyak manusia yang ada. Jadi, relasinya adalah semakin besar motivasi saya sebagai penyelam di lautan Psikologi USU, akan semakin tergencet kejenuhan yang akan saya alami. Dan sebaliknya, semakin kecil motivasi saya sebagai penyelam di lautan Psikologi USU, akan semakin berakar kejenuhan yang akan saya alami. Bertanggung jawab dengan apa yang telah menjadi pilihan juga bisa menjadi motivasi lho! J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar