BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
“Emosi” adalah satu kata yang sering diartikan
sebagai sesuatu yang negatif oleh kebanyakan orang. Ketika, orang marah kebanyakan
orang selalu mengatakan bahwa orang tersebut sedang emosi. Memang benar, orang
tersebut sedang mengalami emosi, namun orang tersebut sedang dalam emosi yang
negatif. Masalahnya kebanyakan orang mempersepsikan emosi itu sebagai hal yang
negatif. Padahal emosi bukanlah muntlak hal yang negatif saja. Emosi terbagi
lagi menjadi dua, ada emosi positif dan ada pula emosi negatif. Bagaimana pula
emosi positif? Emosi positif itu seperti bahagia.
Lalu apa sebenarnya yang dimaksud dengan emosi?
Mengapa ada yang positif dan ada pula yang negatif? Di dalam makalah ini, akan
dibahas mengenai apa itu emosi, bagaimana proses terjadinya, dan apa
dasar-dasar biologisnya.
Nah, ada pula istilah agresi. Apa pula yang dimaksud
dengan agresi? Agresi dan emosi sama-sama merupakan proses mental. Untuk itu,
dibutuhkan penjelasan penjelasan lebih lanjut mengenai emosi dan agresi yang
akan dibahas di dalam makalah ini.
B.
Perumusan Masalah
1.
Apa yang
dimaksud dengan emosi?
2.
Bagaimana proses
emosi berlangsung?
3.
Apa dasar-dasar
biologis emosi?
4.
Apa yang
dimaksud dengan agresi?
C.
Tujuan Makalah
1.
Mengetahui apa
itu emosi dan agresi.
2.
Mengetahui
proses dan dasar-dasar biologis emosi.
3.
Memenuhi tugas
mata kuliah Psikologi Umum II
BAB II
STUDI KASUS
Angelina
Patricia Pingkan Sondakh atau dipanggil Angie (lahir di Australia, 28 Desember
1977) adalah artis dan politisi Indonesia. Ia menjadi tersangka kasus korupsi
dan suap terkait pembahasan anggaran proyek Wisma Atlet Palembang korupsi dan
politukus Indonesia. Ia mulai dikenal setelah terpilih menjadi pemenang kontes
kecantikan Puteri Indonesia 2001. Selanjutnya, ia terjun ke dunia politik dan
terpilih sebagai anggota DPR Republik Indonesia 2004-2009 dan 2009-2014 dari
Partai Demokrat. Pada tahun 2012, ia menjadi tersangka kasus suap wisma atlet
SEA Games yang melibatkan polittikus Indonesia lainnya.
Pada
saat proses sidang, Angie sempat membela dirinya/membantah dari semua tuduhan
serta bukti yang menujukkan dirinya melakukan tindakan korupsi dan suap
anggaran proyek “Wisma Atlet Palembang”. Ketika hakim membacakan tuduhan dan
bukti terhadap Angie, Angie secara spontan membantah itu semua dengan tegas dan
menangis.
Ketika
rekannya atau saksi yaitu Nazaruddin mengungkapkan semua fakta yang ada dan
menujukkan Angie bersalah, Angie tetap mempertahankan dirinya dan mengatakan
bahwa dirinya tidak bersalah, tidak ada raut wajah kecemasan yang tampak dari
wajah Angie ketika dia membela dirinya walaupun bukti-bukti sudah menunjukkan
Angie bersalah. Pada beberapa kali persidangan, hakim sempat mengatakan apakah
Angie mengirim pesan melalui BBM, Angie sejenak terdiam dan mengatakan bahwa
dirinya tidak memiliki Blackberry dengan tenangnya. Hal ini bertentangan dengan
bukti yang ada bahwa Angie memiliki smartphone BlackBerry.
Para
ahli psikolog mengatakan bahwa Angie memiliki kecerdasan emosi dimana ia dapat
menahan emosi atau mengontrol emosi yang akan dikeluarkannya, hal ini
menyebabkan Angie dapat mengeluarkan emosi yang bertentangan dengan stimulus
dan kebenaran yang ada.
Dengan
latar belakang sebagai aktris dan mantan putri Indonesia 2001, tidaklah hal
yang cukup sulit bagi Angie untuk mengontrol emosinya dan berakting yang
sesuai. Tetapi walaupun Angie mempertahankan dirinya tidak bersalah, tetapi
bukti kuat menghantarkan Angie untuk masuk ke jeruji besi.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Emosi
Pada umumnya emosi disifatkan sebagai
keadaan yang ada pada individu/organisme pada waktu tertentu. Misalnya, seperti
perasaan sedih, senang, takut, marah ataupun gejala-gejala yang lain setelah
melihat, mendengar, atau merasakan sesuatu. Dengan kata lain, emosi dapat
diartikan sebagai akibat adanya peristiwa atau persepsi yang dialami oleh
organisme. Berikut ini merupakan beberapa defenisi emosi.
1.
Emosi adalah perasaan positif atau
negative yang pada umumnya sebagai reaksi terhadap rangsangan yang disertai
dengan gairah fisiologis dan prilaku yang terkait (Lahey, 2005)
2.
Emosi adalah perasaan atau afeksi yang
dapat melibatkan ketergugahan fisiologis, pengalaman disadari, dan ekspresi
prilaku (Laura, 2010)
Sehingga dapat disimpulkan, bahwa emosi
merupakan keadaan (state) yang ditimbulkan oleh situasi tertentu dan emosi
cenderung terjadi dalam kaitannya dengan prilaku yang mengarah (approach) atau
menyingkir (avoidance) terhadap sesuatu, dan perilaku tersebut pada umumnya
disertai adanya ekspresi kejasmanian (fisiologis), sehingga orang lain dapat
mengetahui bahwa seseorang sedang mengalami emosi.
Ada empat elemen dasar (komponen) dari
pengalaman emosi, yaitu :
1.
Adanya stimulus yang menimbulkan reaksi
2.
Adanya pengalaman sadar emosi positif
dan negative yang kita rasakan
3.
Adanya keadaan arousal fisiologis yang
dihasilkan oleh sistem saraf otonom dan kelenjar endokrin.
4.
Adanya perilaku terkait yang umumnya
menyertai emosi, seperti menangis, merinding, dan lain-lain.
B.
Teori
Emosi
Berdasarkan
empat elemen dasar dari emosi. Ada tiga teori dari tokoh psikologi yang
menjelaskan bagaimana emosi dapat terjadi:
1.
James-Lange Theory
Teori
dikemukakan oleh William James (1950) dan Carl Lange (1922), dimana teori ini
mengatakan bahwa pengalaman emosional sadar disebabkan oleh umpan balik ke
korteks serebral dari reaksi fisiologis dan prilaku. Menurut teori ini emosi
merupakan akibat atau hasil persepsi dari keadan jasmani. Misal, orang sedih
karena menangis, orang takut karena gemetar. James percaya bahwa stimulus emosional yang diarahkan (oleh
pusat relay sensorik yang dikenal
dengan Thalamus) langsung ke sistem limbic, yang menghasilkan reaksi tubuh
(takut) melalui hipotalamus dan simpatik pembagian sistem saraf otonom. Sensasi
dari reaksi tubuh kemudian dikirim kembali ke korteks dan menghasilkan apa yang
kita rasakan dalam pengalaman sadar emosi.
2.
Cannon-Bard Theory
Teori
Cannon-Bard dikemukakan oleh Walter Cannon (1972) yang kemudian direvisi oleh
Philip Brad (1934). Teori ini mengkritik teori James-Lange, di mana teori ini
mengatakan bahwa pengalaman emosional sadar dan reaksi
fisiologis dan perilaku adalah peristiwa relatif independen. Cannon percaya
bahwa informasi dari stimulus emosional petama menuju ke thalamus, kemudian
informasi secara bersamaan menyambung sekaligus ke cerebral cortex. Di mana menghasilkan
pengalaman emosional, dan hipotalamus dan sistem saraf otonom, menghasilkan
arousal fisiologis yang mempersiapkan individu untuk melawan, lari, atau
bereaksi dalam beberapa cara lain.
3.
Cognitive Theory
Teori
Kognitif mengatakan bahawa interpretasi kognitif dari dunia luar (lingkungan)
dan rangsangan dari tubuh kita sendiri merupakan faktor kunci dalam emosi.
Teori ini dikembangkan oleh Magda Arnold (1960), Albert Ellis (1962), dan
Stanley Schachter dan Jerome Singer (1962).
Ada
dua tahap dari proses interpretasi kognitif emosi, yaitu:
a.
Interpretasi
rangsangan atau stimulus ke lingkungan
Perspektif
kognitif pada interpretasi dari rangsangan (stimulus) emosi berasal dari dunia
luar atau lingkungan. Emosi yang ditafsirkan oleh seseorang merupakan reaksi
alami terhadap rangsangan (stimulus) yang diterimanya dari lingkungan.
Misalnya, ketika handphone Sinta berdering, Sinta berharap bahwa itu merupakan
dari sahabatnya yang sudah lama dia nanti, Sinta merasakan bahagia dan senang,
tetapi ketika yang menelfon Sinta merupakan musuhnya, emosi Sinta berubah
menjadi takut. Pada kasus ini, penafsiran dari rangsangan, bukan rangsangan itu
sendiri. Demikian, teori kognitif emosi, informasi dari rangsangan pertama
menuju ke cerebral korteks, di mana adanya penafsiran dan pengalaman. kemudian
pesan tersebu dikirim kepada sistem limbic dan sistem saraf autonom hasil
menjadi physiological arousal.
b.
Interpretasi
rangsangan tubuh
Tahap
kedua ini adalah penafsiran rangsangan terhadap tubuh yang disebabkan karena
adanya autonomic arousal. Singer (1962) percaya bahwa arousal emosi sangat
tidak jelas dan tidak spesifik untuk emosi yang berbeda. Hal ini disebabkan
karena sistem syaraf otonom dan kelenjar endokrin aktif dengan cara yang sama
dan tanpa memperhatikan emosi apa yang sebenarnya dirasakan. Stimulus internal
dari arousal emosi yang disebabkan oleh tubuh memainkan peranan penting dalam
proses merasakan emosi, tetapi hanya jika interpretasi (penafsiran) kognitif
dianggap sebagai sumber dari arousal tersebut.
C.
Peran Belajar dan Budaya dalam Emosi
Belajar
dan budaya berperan dalam memunculkan eksprei emosi seseorang. Berbeda budaya,
maka berbeda pula ekspresi emosi yang ditunjukkan. Ada dua hal yang dapat
membuktikan bahwa belajar dan budaya memiliki peran penting dalam emosi, yaitu:
1.
Cultural
learning mempengaruhi ekspresi emosi seseorang
Mengapa
demikian? Karena ada budaya yang mengajarkan untuk bebas dalam mengekspresikan
emosinya dan adapula yang sebaliknya mengajarkan untuk tidak terlalu berlebihan
dalam menunjukkan ekspresinya dihadapan public. Hal ini disebabkan karena,
masing-masing budaya memiliki aturan-aturannya sendiri dan memiliki cara-cara
tersendiri dalam mendidik.
Contohnya
Amerika membudayakan penduduknya untuk bebas dalam mengekspresikan emosinya.
Jadi, penduduk Amerika dapat tertawa lepas dalam mengekspresikan emosi
positifnya. Hal ini bertolak belakang dengan budaya di Jepang yang melarang
penduduknya untuk berlebihan dalam mengekspresikan emosinya di depan umum. Hal
ini menimbulkan kebiasaan menutup mulut ketika tertawa bagi penduduk Jepang.
2.
Orang-orang yang berbeda budayanya
cendrung berbeda pula dalam menginterpretasikan situasi yang menimbulkan reaksi
emosi
Hal
ini dapat memperkuat persepsi dari teori kognitif emosi. Dimana stimulus yang
sama akan menimbulkan reaksi emosi yang berbeda-beda pada orang-orang yang
berbeda pula budayanya. Perbedaan-perbedaan dalam menginterpretasikan tersebut
merupakan hasi dari perbedaan pengalaman social
learning setiap orang dalam budayanya masing-nasing.
Contohnya
mahasiswa dari Afrika cenderung menginterpretasikan emosi negative yang muncul
pada mereka disebabkan oleh perilaku orang lain terhadap mereka. Sebaliknya
pada mahasiswa dari Amerika Latin mereka tidak menginterpretasikan emosi
negative yang muncul pada mereka disebabkan oleh perilaku orang lain terhadap
mereka.
D.
Mengejar Kebahagiaan
Sebenarnya
apa yang membuat kita bahagia? Apakah uang? Pekerjaan? Teman? Cinta? Ataukah
agama? Hal-hal tersebut merupakan hal-hal yang membuat kita bahagia bukan? Ya
tentu saja. Namun, setiap orang akan berbeda kadar kebahagiaannya terhadap
hal-hal tersebut. Sebab kepribadian manusia kan berbeda-beda, bahkan bayi
kembar identik sekali pun tidak akan sama. Sehingga membuat pemahaman dan
pemikiran setiap manusia pun berbeda-beda. Jika pemahaman dan pemikiran setiap
manusia berbeda-bedakan, maka akan berbeda pula dalam mempersepsikan
kebahagiaanya.
Kebahagiaan dihubungkan dengan kepribadian kita untuk
pertimbangan yang luas (Diener & others, 2003; Diener & Seligman, 2004;
Heller & others, 2004). Orang-orang yang mencetak skor tinggi pada extraversion cenderung lebih bahagia
dari orang lain. Begitu pula dengan orang-orang dengan skor rendah pada neuroticism,
yang artinya mereka tidak mudah tersinggung dan mereka akan cepat pulih jika
tersinggung, juga cenderung untuk bahagia (Diener & others, 2003; Schimmack
& others, 2002).
E.
Perbedaan Budaya dalam Kebahagiaan
Apakah
orang yang memiliki budaya yang berbeda akan memiliki kebahagiaan yang sama? Ketika
alat ukur kebahagiaan diberikan kepada orang-orang di berbagai negara di
seluruh dunia, jelas bahwa orang-orang di beberapa negara jauh lebih bahagia
daripada yang lain (Diener & others, 2003). Mengapa demikian? Jelas saja
setiap Negarakan memiliki masing-masing budayanya sendiri. Sehingga akan
berbedalah tingkat kebahagiaannya.
Contohnya,
kebanyakan orang Indonesia akan bahagia ketika mereka menikah. Sebaliknya, di
Negara lain, kabanyakan orang akan lebih bahagia ketika mereka telah mencapai
sukses dalam karier mereka daripada pernikahan mereka. Bahkan, di Negara lain
ada yang mengesampingkan pernikahan mereka lebih memilih untuk mengejar karier
mereka ketimbang untuk menikah.
F.
Emotional
Intelligence
Salovey dan Pizarro mendefinisikan
kecerdasan emosional sebagai kemampuan untuk merasakan emosi secara akurat,
untuk menngendalikan emosi, untuk
mengerti emosi, dan untuk menjaga atau me-manage
emosi dalam diri sendiri dan orang lain (dalam Plotnik, 2005).
Mayer
& Salovey (1997) membagi emotional intelligence kedalam 4 (empat)
cabang, yaitu:
1.
Persepsi
Emosi adalah kemampuan
seseorang dalam merasakan emosi yang terjadi pada diri sendiri maupun orang
lain.
2.
Integrasi
Emosi adalah kemampuan
seseorang dalam memunculkan dan menggunakan emosi dalam tugas-tugas kognitif,
seperti memecahkan masalah dan kreatifitas, atau sebagainya.
3.
Pemahaman
Emosi adalah kemampuan
seseorang untuk memahami emosi yang terjadi pada dirinya sendiri maupun orang
lain.
4.
Pengaturan
Emosi adalah kemampuan
seseorang dalam mengendalikan emosi dalam diri maupun orang lain dan menentukan
cara untuk mengatasi emosi tersebut agar menjadi sesuatu yang positif.
G.
Fisiologi Emosi dan Lie Detector
Lie detector
atau polygraph adalah suatu alat yang
digunakan untuk mengetahui seseorang jujur atau bohong. Prinsip kerja lie detector ini mengindikasi pada
sistem saraf autonom kita dimana jika kita berbohong, maka akan muncul suatu
emosi, seperti takut atau merasa bersalah. Emosi tersebut akan menimbulkan
perubahan fisiologis pada tubuh kita, seperti pernafasan tidak teratur /
semakin cepat, kulit akan semakin banyak memproduksi keringat, tekanan darah
akan semakin tinggi, dan detak jantung yang juga semakin cepat.
Perubahan-perubahan / respon fisiologi tubuh tersebut akan digambarkan dalam
bentuk grafik oleh polygraph.
1.
Komponen-komponen yang terdapat
pada lie detector
a.
Pneumograph:
untuk mengukur kecepatan pernafasan yang digunakan pada dada dan perut testee.
b.
Galvanometers:
untuk mengukur produksi keringat pada kulit testee.
c.
Blood
pressure cuff:
untuk mengukur tekanan darah, denyut nadi, dan detak jantung testee.
2.
Teknik kontrol pertanyaan
Dalam
penggunaan lie detector, tester akan memberikan beberapa
pertanyaan dimana pertanyaan yang diberikan tester
hanya ada dua jenis, yaitu:
a.
Pertanyaan netral (neutral questions): pertanyaan yang hanya menimbulkan respon emosi yang kecil.
b.
Pertanyaan ktitik (critical questions): pertanyaan yang menimbulkan respon emosi yang
besar.
Testee
hanya menjawab semua pertanyaan yang diberikan tester dengan “Iya” atau “Tidak”. Jika testee menjawab critical
questions dengan disertai respon fisiologis yang sangat besar, maka dapat
dikatakan bahwa testee sedang
berbohong.
3.
Keakuratan lie detector
Lie
detector menggunakan
prosedur yang disebut ”guilty knowledge
test ” (tes pengetahuan yang salah), karena Lie detector ternyata menimbulkan masalah. Testee yang gugup saat melaksanakan test, walau telah berkata ”jujur” akan tetap dikatakan ”bohong”
oleh lie detector karena orang yang
gugup tekanan darah, produksi keringat, kecepatan pernafasan, dan detak jantung
akan meningkat. Respon fisiologis seperti ini akan diindikasi ”bohong” oleh lie detector. Sebaliknya, jika testee adalah pembohong yang telah ahli
yang dapat mengendalikan emosi dan respon fisiologis tubuhnya, dia akan tetap
dikatakan ”jujur” oleh lie detector,
walaupun semua yang ia katakan adalah ”bohong”.
David Lykken psikolog dari Universitas Minnesota telah
melakukan penelitian terhadap keakuratan lie
detector. Dua puluh tahun yang lalu, dia mengatakan bahwa alat ini masih
cukup akurat untuk digunakan dalam mendeteksi kebohongan, tapi tingkat
kesalahannya yang sangat besar belum dapat diterima sepenuhnya (dalam Lahey,
1979).
F.
Agresi
1.
Pengertian Agresi
Agresi adalah perilaku bermaksud untuk menyakiti orang
lain baik secara fisik maupun psikis. Agresi ada tiga jenis, yaitu:
a.
Offensive
aggression: perilaku agresi yang tidak ditujukan langsung pada
sumber penyebab agresi tetapi diarahkan secara tidak langsung.
b.
Retaliatory
aggression: perilaku agresi yang merupakan respon provokasi.
c.
Instrumental
aggression: perilaku agresi yang digunakan sebagai sarana untuk
mencapai tujuan yang lain, misalnya membunuh korban untuk merampok hartanya.
2.
Perspektif
perilaku Agresi
a.
Perspektif agresi dari keadaan internal
·
Perspektif psikoanalisis: Freud
mengatakan bahwa dalam diri manusia selalu mempunyai potensi bawah sadar yaitu
suatu dorongan untuk merusak diri atau thanatos
·
Perspektif ethologist: perilaku agresi disebabkan oleh faktor insting dalam
diri manusia dan perilaku agresi dilakukan dalam rangka adaptasi secara
revolusioner.
·
Perspektif sosiobiologi: perilaku
agresi berkembang karena adanya kompetisi sosial yaitu kompetisi terhadap
sumber daya.
·
Perspektif biologis: perilaku agresi
disebabkan oleh meningkatnya hormon dan disebabkan adanya tanda-tanda
abnormalitas.
·
Perspektif frustasi-agresif: menyatakan bahwa dalam setiap frustasi selalu
menimbulkan perilaku agresi.
b.
Perspektif belajar sosial
Teori belajar
sosial yang dipelopori oleh Albert Bandura menyatakan bahwa perilaku agresi
merupakan perilaku yang dipelajari dari pengalaman masa lalu apakah melalui
pengamatan langsung (imitasi), pengalaman langsung, dan pengukuran positif dan
negatif.
c.
Perspektif situasional dalam perilaku
agresi
Sedikitnya terdapat lima cara dalam melakukan agresi,
yakni:
·
Efek senjata: melakukan agresi dengan
senjata, misalnya pisau, pistol dan benda tajam lainnya.
·
Provokasi langsung
·
Penyerangan: baik secara verbal maupun non-verbal
·
Karakteristik target: ada beberapa ciri
tertentu yang mempunya potensi sebagai target agresi seperti anggota kelompok
yang tidak disukai dan orang yang tidak disukai
·
In group vs Out group conflict:
Perilaku
agresi seringkali didasarkan atas konflik antar kelompok. Konflik antar
kelompok sering kali dipicu oleh perasaan in
group vs out group sehingga anggota kelompok diwarnai perasaan prasangka.
Salah satu teori prasangka adalah realistic
conflict theory yang memandang prasangka berakar dari kompetisi sejumlah
kelompok sosial terhadap sejumlah komoditas maupun peluang. Apabila kompetisi
berlanjut maka masing-masing anggota akan memandang anggota kelompok lain
sebgagai musuh, sehingga jika terdapat isyarat agresi maka perilaku agresi akan
muncul.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Emosi
merupakan keadaan (state) yang ditimbulkan oleh situasi tertentu dan emosi
cenderung terjadi dalam kaitannya dengan prilaku yang mengarah (approach) atau
menyingkir (avoidance) terhadap sesuatu, dan perilaku tersebut pada umumnya
disertai adanya ekspresi kejasmanian (fisiologis), sehingga orang lain dapat
mengetahui bahwa seseorang sedang mengalami emosi. Sedangkan agresi adalah
perilaku bermaksud untuk menyakiti orang lain baik secara fisik maupun psikis.
Emosi
bukanlah suatu hal abstrak yang tidak nyata. Emosi memiliki dasar-dasar
biologis dimana otaklah yang berperan dalam prosesnya. Bagian otak yang
berperan dalam memproses emosi adalah sistem limbik. Ketika emosi diproses,
tubuh akan merespon dengan memperlihatkan perubahan fisiologis (reaksi tubuh)
yang diperankan oleh sistem saraf autonom.
B.
Saran
Penyusun
menyadari dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan untuk
itu, penyusun menyarankan bagi para penyusun lain yang berminat menyusun
makalah dengan tema pembahasan yang sama, sebaiknya dapat menambahkan jumlah
referensi, karena semakin besar jumlah referensi yang digunakan, maka akan
semakin jelas pula pembahasannya.
DAFTAR PUSTAKA
Feldman, Robert S. 2012. Pengantar
Psikologi. Jakarta: Salemba Humanika
King, Laura A. 2010. Psikologi Umum: Sebuah Pandangan Apresiatif.
Jakarta: Salemba Humanika
Lahey, Benjamin B. 2007. Psychology An Introduction. 9th.
New York: McGraw-Hill
Plotnik, Rod.2005.
Introduction to Psychology. 7th.
New York: Thomson Wadswoth
Sumber Lain:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar