Senin, 20 Mei 2013

Berkhayal Jadi Pemilik SLB tipe D


A.      Pengertian Tuna Daksa
Tuna daksa berasal dari kata “tuna” yang berarti kurang dan kata “daksa” yang berarti tubuh. Sehingga dapat dikatakan tuna daksa merupakan gangguan pada anggota tubuhnya. Anak-anak tuna daksa secara umum memiliki kemampuan kognitif  yang sama dengan anak-anak normal lainnya. Hanya saja, antara anak-anak normal dan anak-anak tuna daksa terbedakan dengan kekurangan pada anggota tubuhnya, seperti lumpuh, tidak memiliki tangan, dsb. Pada anak tuna daksa, kekurangan yang mereka alami bisa disebabkan suatu insiden tertentu atau bawaan lahir mereka.
Ada beberapa kategori seorang anak dapat dikatakan sebagai anak tuna daksa, yaitu:
1.         Gangguan Ortopedik: gangguan yang berupa keterbatasan gerak atau kurang mampu mengontrol gerak karena ada masalah di otot, tulang atau sendi. Penyebabnya bisa karna nature dan nurture.
2.         Cerebral Palsy: gangguan yang berupa lemahnya koordinasi otot, tubuh sangat lemah dan goyah, serta bicaranya tidak jelas. Penyebabnya karena kekurangan oksigen pada masa kelahiran.
3.         Gangguan Kejang-Kejang (Epilepsi): gangguan saraf yang biasanya ditandai dengan serangan terhadap sensorimotor atau kejang-kejang.
Semua anak, baik yang normal maupun yang tuna termasuk tuna daksa berhak mendapat pendidikann. Dalam pasal 15 Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003, jelas dinyatakan bahwa: ”Pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan misalnya tuna netra, tuna rungu, tuna daksa atau peserta didik yang mempunyai kecerdasan yang luar biasa. Penyelenggaraan pendidikan khusus dilaksanakan secara berkelompok (inklusif) atau berupa satuan khusus pada tingkat dasar dan menengah.” Nah, Sekolah Luar Biasa (SLB) utuk anak-anak tuna daksa adalah SLB tipe D.

B.       Kriteria Siswa dan Guru
1.         Kriteria Siswa
Kriteria siswanya jelas saja semua anak tuna daksa tak terkecuali, boleh masuk/ bergabung dengan sekolah yang kami miliki ini. Mengingat, setiap manusia tanpa terkecuali juga membutuhkan pendidikan.
2.         Kriteria Guru
Nah, kriteria guru yang kami gunakan juga tidak sembarangan. Kami hanya memberdayakan guru-guru yang memang memiliki diantara/ semua dari 3 kriteria berikut, yaitu memiliki basic dalam pendidikannya mengenai SLB, lalu harus memiliki ilmu pengetahuan yang melimpah, dan memiliki basic dalam dunia psikologi. Karna ketiga kriteria ini sangat berguna dalam keefisienan SLB ini sendiri.

C.       Visi dan Misi Sekolah
1.         Visi
“Meningkatkan tingkat kepercayaan diri peserta didik dengan memaksimalkan kemampuan yang dimiliki untuk masa depan yang cerah.”
2.         Misi
“Menghasilkan peserta didik yang bermutu tinggi, berwawasan luas dan religius, serta berbudi pekerti”

D.      Fasilitas dan Infrastruktur
1.         Design Kelas
Design kelas yang akan digunakan adalah gaya offset. Dengan jumlah murid perkelas tidak lebih dari delapan murid, hal ini dapat memudahkan para guru dalam mengontrol dan menangani siswanya, terutama jika siswanya dalam kategori gangguan epilepsi.
2.         Klasifikasi Kelas
Kelas akan diklasifikasikan sesuai dengan gangguan yang dialami peserta didik. Hal ini juga dapat memudahkan guru dalam mengontrol siswanya. Selain itu, jika gangguan yang dialami peserta didik dalam satu kelas sama, juga akan memudahkan guru dalam memahami peserta didik. Jadi, kelas akan diklasifikasikan sesuai dengan jumlah kategori tuna daksa.
3.         Manajemen Kelas
Dalam manajemen kelas, peran siswa akan lebih ditonjolkan atau biasa disebut dengan student center learning. Mengapa demikian? Hal ini, akan meningkatkan rasa kepercayaan diri para peserta didik. Namun, bukan berarti guru akan lepas tangan begitu saja.

E.       Pengaturan Sekolah
Sekolah kami menggunakan pengaturan inklusi dan integrasi, dimana siswa yang memang parah dalam gangguannya akan masuk dalam pengaturan inklusi agar dapat lebih terkontrol dan menghindari pelabelan dari anak normal. Sedangkan, bagi siswa yang dalam kategori gangguan ringan dan masih mampu memugsikan fisiknya akan dimasukkan kedalam pengaturan integrasi. Namun, siswa dalam kategori ringan ini akan terlebih dahulu dibekali dengan pemberian motivasi agar meningkat kepercayaan diri mereka.

F.        Materi yang Diajarkan
Materi yang diajarkan sama dengan materi pada sekolah pada umumnya. Karena, pada umumnya anak-anak tuna daksa memiliki kemampuan kognitif yang sama dengan anak normal. Namun, akan diberikan pelajaran tambahan yaitu pengembangan diri yang lebih pada keterampilan anak. Jadi, anak-anak tuna daksa dapat bebas mengekspresikan kemampuan mereka.

G.      Media Pembelajaran
Anak-anak akan difasilitasi dengan computer dan jaringan internet untuk memperbaharui pengetahuan mereka tentang dunia luar. Selain itu, anak-anak juga akan difasilitasi dengan alat-alat yang dibutuhkan mereka dalam proses pengembangan diri.


Senin, 13 Mei 2013

Faktor-faktor yang Mempengauhi Perkembangan Prenatal


Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan janin, karena setiap yang dikomsumsi seorang ibu hamil, akan masuk ke dalam rahim. Sehingga, setiap yang dikonsumsi ibu, akan berpengaruh pada janin. Pengaruh baik, maupun buruk. Berikut ini merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan prenatal.
·         Nutrisi
Ibu hamil harus menerima asupan gizi yang seimbang untuk dirinya dan janinnya. Kekurangan gizi pada masa perkembangan prenatal ini, akan memberikan efek negatif tidak hanya pada janin. Ibu hamil yang kekurangan gizi akan mengalami kesulitan dalam proses melahirkannya. Sedangkan pada janin yang kekurangan gizi berdampak buruk, karena akan berdampak pada perkembangan otaknya. Kurangnya nutrisi juga dapat menyebabkan anak lahir premature.
Ibu hamil yang mengkonsumsi banyak sayuran, buah-buahan, dan protein dalam masa kehamilannya akan mengurangi risiko melahirkan anak yang menderita kanker, seperti leukemia, dsb.

·         Obat-obatan
Ibu hamil yang mengonsumsi obat-obatan medis dalam masa kehamilannya akan berdampak cacat organ pada anaknya. Salah satunya adalah obat penenang thalidomide.
Selain obat-obatan medis, alkohol, kafein, nikotin, dan sebagainya juga berdampak cacat organ pada anak. Ibu hamil yang mengkonsumsi hal tersebut, juga dapat berdampak berat anak yang rendah pada saat lahir, bahkan juga berdampak keguguran janin.

·         Penyakit
Penyakit dari ayah atau pun ibu dari janin akan mempengaruhi perkembangan janin. Misalnya Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Ibu yang mengalami AIDS akan melahirkan seorang anak yang dilahirkannya akan mengidap penyakit yang sama, karena virus HIV dapat masuk ke dalam pembuluh darah janin melalui plasenta dan setelah lahir virus ini dapat berpindah melalui air susu ibu. Anak yang lahir dari ibu yang mengidap AIDS memiliki ukuran kepala yang cenderung kecil dan perkembangan neurologisnya lambat.
·         Stres
Ibu yang stres pada masa kehamilannya juga akan mempengaruhi perkembangan janinnya, karena ketika stres, tubuh akan merespon dengan memproduksi hormon adrenalin yang disebabkan oleh meningkatnya proses pernapasan dan sekresi, sehingga akan menghambat aliran darah ke rahim dan membuat janin kekurangan oksigen. Kalau ibu hamil mengalami stress dalam waktu yang lama, hal ini akan menyebabkan keguguran spontan pada janinnya karena kekurangan banyak oksigen. Selain itu, ibu hamil yang stres akan kesulitan dalam proses kehamilannya, melahirkan premature, bahkan cacat pada bayinya.

·         Usia ibu
Usia ibu juga sangat berpengaruh dalam perkembangan prenatal. Usia ibu hamil yang semakin tua akan lebih berisiko melahirkan anak yang mengalami Down Syndrome dibandingkan dengan ibu hamil yang masih dalam usia subur (berkisar antara 20-35 tahun). Namun, ibu hamil dalam usia remaja akan melahirkan anak dengan kelahiran premature.

·         Lingkungan
Lingkungan juga menjadi faktor yang mempengaruhi perkembangan prenatal. Ibu hamil yang bermukim di pemukiman yang dekat dengan pembuangan sampah beracun (limbah) akan berisiko melahirkan anak dengan cacat fisik.
Ibu hamil yang terkena radiasi, misalnya sinar X-Ray akan berisiko melahirkan anak yang telah mengalami mutasi gen, dsb.

·         Kondisi Ayah
Ayah perokok akan menjadikan istrinya yang sedang hamil menjadi perokok pasif. Ibu hamil yang menghirup asap rokok akan berpengaruh pada perkembangan janinnya. Ibu hamil yang menjadi perokok pasif akan melahirkan anak yang memiliki berat badan yang rendah, infeksi pernafasan, bahkan kanker saat dewasa.
Ayah perokok, ayah yang mengonsumsi alkohol berlebihan, ayah yang terkena radiasi, ataupun ayah yang bekerja sebagai petani sehingga sering terhirup pestisida, dsbnya, menghasilkan sperma yang abnormal (berkualitas rendah). Anak yang lahir dari hasil pembuahan sperma abnormal ayah akan berisiko mengalami cacat fisik.

Jumat, 26 April 2013

Sudah Pantaskah E-Learning Diterapkan di Dunia Kampus???

Ini penting, mengapa? Ya jelaslah media belajar seperti ini banyak manfaatnya tau nggak??
  1. Hemat biaya, karena nggak perlu datang ke kampus udah bisa kuliah via dunia maya, jadikan nggak perlu keluar ongkos buat ke kampus.
  2. Hemat waktu, karena tidak dengan waktu tertentu saja kita bisa kuliah. Namanya juga via dunia maya.
  3. Hemat tempat, ya jelas dong, nggak perlu ngumpul di kelas baru bisa kuliah, sambil tiduran di kost-an juga udah bisa kuliah.
  4. Hemat tenaga, ini juga jelas, karena nggak perlu capek-capek ke kampus buat kuliah.
Namun, disamping dengan keuntungan yang hanya beberapa saya sebutkan di atas, masih banyak masalah yang menghalangi E-Learning ini berlangsung, salah satunya, yaitu:
  1. Fasilitas wifi kampus yang belum stabil alias masih sering lelet, ini sih kalau misalnya E-Learning nya tiba-tiba, jadikan kasian bagi para mahasiswa yang masih di kampus.
  2. Ini juga masalah fasilitas, kalau  misalnya pas diadakan E-Lerning, pas pula paket modem sedang habis, mana nggak punya gadget lagi. Kan dapat merugikan mahasiswanya. Oh no!
Dan masih banyak lagi yang lainnya. Selain itu, E-Learning juga memiliki kerugian, dimana merenggangnya hubungan antara dosen dan mahasiswa. Mengapa demikian? Yah, karna E-Leaning memaksakan kita untuk tidak saling tatap muka langsung dengan dosen. No no no! Silaturrahmi itu indah coy!  

“PAUD itu Penting lho!”


A.    Defenisi PAUD
Dalam undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Nomor 20 Tahun 2003 Bab I Pasal I Ayat 14), dinyatakan bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan dasar dan kehidupan pada tahap berikutnya.
Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang diberikan pada anak usia dini yang berkisar antara 0-8 tahun, guna merangsang kemampuan dan kemauan anak dalam memasuki pendidikan selanjutnya, yaitu SD.
Nah, keberhasilan dalam pendidikan anak usia dini merupakan dasar dalam keberhasilan pendidikan selanjutnya. Usia dini merupakan "usia emas" bagi seseorang. Mengapa demikian??? Karena, apabila seseorang pada usia dini telah mendapat pendidikan yang tepat, maka ia memperoleh kesiapan belajar yang baik yang merupakan salah satu kunci utama bagi keberhasilan belajarnya pada pendidikan selanjutnya.

B.    Teori tentang PAUD
1.      Frederich Wilhelm Froebel (1782 - 1852)
Froebel adalah pendiri taman kanak-kanak pertama yang berlokasi di Jerman. Hal ini menjadikan beliau dijuluki dengan sebutan “Bapak PAUD”. Pandangan Froebel terhadap pendidikan dikaitkan dengan hubungan individu, Tuhan dan alam. Ia menggunakan taman atau kebun milik anak di Blankenburg Jerman, sebagai milik anak. Bermain merupakan metode pendidikan anak dalam "meniru" kehidupan orang dewasa dengan wajar. Kurikulum PAUD dari Froebel meliputi:
·           Seni dan keahlian dalam konstruksi, melalui permainan lilin dan tanah liat, balok-balok kayu, menggunting kertas, menganyam, melipat kertas, meronce dengan benang, menggambar dan menyulam;
·           Menyanyi dan kegiatan permainan;
·           Bahasa dan Aritmatika.
Menurut Froebel guru bertanggung jawab dalam membimbing, mengarahkan agar anak menjadi kreatif, dengan kurikulum terencana dan sistematis. Guru adalah manajer kelas yang bertanggung jawab dalam merencanakan, mengorganisasikan, memotivasi, membimbing, mengawasi dan mengevaluasi proses ataupun hasil belajar. Tanpa program yang sistematis penyelenggaraan PAUD bisa membahayakan anak.

2.      John Dewey (1859 - 1952)
John Dewey adalah seorang profesor di universitas Chicago dan Columbia (Amerika).Teori Dewey tentang sekolah adalah "Progressivism" yang lebih menekankan pada anak didik dan minatnya daripada mata pelajarannya sendiri. Maka muncullah "Child Centered Curiculum", dan "Child Centered School". Progresivisme mempersiapkan anak masa kini dibanding masa depan yang belum jelas, seperti yang diungkapkan Dewey dalam bukunya "My Pedagogical Creed", bahwa pendidikan adalah proses dari kehidupan dan bukan persiapan masa yang akan datang. Aplikasi ide Dewey, anak-anak banyak berpartisipasi dalam kegiatan fisik, baru peminatan.

3.      Maria Montessori
Montessori dilahirkan di Ancona, Italia 1870, Ayahnya seorang pejabat sipil yang berpengaruh namun masih memiliki pandangan konservatif tentang peran wanita di masyarakat. Sebaliknya ibunya berpandangan wanita harus maju dan mencapai cita-citanya sejauh mungkin yang dapat dicapai dalam hidup. Sebagai seorang dokter dan antropolog wanita Italy yang pertama, ia berminat terhadap pendidikan anak terbelakang, yang ternyata metodenya dapat digunakan pada anak normal.
Montessori memandang perkembangan anak usia dini  sebagai suatu proses yang berkesinambungan. Hanya saja Montessori lebih memandang bahwa persepsi anak terhadap dunia sebagai dasar dari ilmu pengetahuan. Seluruh indra anak dilatih sehingga dapat menemukan hal-hal yang bersifat ilmu pengetahuan.

4.         Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara merupakan tokoh pendidikan dan bapak pendidikan Indonesia. Pandangannya terhadap anak sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai ketimuran dan pendidikan barat yang dia lalui. Ciri khas pendidikan anak usia dini adalah budi pekerti dan sistem “Among”. Bentuknya bukan mata pelajaran, tetapi menanamkan nilai, martabat kemanusiaan, nilai moral watak, dan pada akhirnya pembentukan manusia yang berkepribadian. Ada tiga inti dari sistem “Among”tersebut, yaitu:
·           Ing ngarso sing tulodo (pendidik berada didepan wajib memberikan teladan bagi anak didik);
·           Ing madya mangun karso (pendidik berada ditengah-tengah harus lebih banyak membagun atau membangkitkan kemauan sehingga anak mempunyai kesempatan untuk mecoba berbuat sendiri);
·           Tut wuri handayani (pendidik di belakang wajib memberi dorongan dan memantau agar anak mampu bekerja sendiri).

C.     Faktanya yang Terjadi di Lingkungan Kita
·         PAUD bukan lagi pendidikan yang memacu kemauan dan kesiapan anak dalam belajar dengan banyak bermain seerti yang tertera pada beberapa teori di atas. Di sekililing kita telah banyak PAUD yang terlalu memaksakan anak-anak usia dini agar bisa membaca dan menulis dengan baik. Bukannya, hal seperti ini bisa membuat anak-anak usia dini tertekan dan stress??? Namun, jika ditinjau dari pendidikan selanjutnya (SD), memang anak-anak kelas 1 SD itu sudah harus bisa membaca dan menulis dengan baik. Padahalkan tidak seperti itu seharusnya. Ada apa dengan kurkulum kita???
·         Pendidikan bahasa di PAUD sudah mulai kacau. Bagaimana tidak coba? Anak berkebangsaan Indonesia, lahir di Indonesia dan dibesarkan di Indonesia, eh malah diajarinnya bahasa asing. Apa-apaan ini??? Apa lagi kalau orang tuanya di rumah juga memakai bahasa Indonesi, bukankah hal ini bisa menimbulkan kegalauan pada si anak??? Iya dong galau, di PAUD dia belajar bahasa asing, di rumah orang tuanya menggunakan bahasa Indonesia. Bisa-bisa karena kegalauan si anak tersebut, si anak malah memilih untuk tidak berbicara. Nah Lho?? Kan kacau ini namanya. Tapi, hal ini terjadi juga tergantung pada setiap pribadinya masing-masing.